Menkeu Sebut APBN Bantu Pemulihan Perekonomian di Bali

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat meninjau Kantor Kementerian Keuangan Wilayah Bali menyatakan, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) telah membantu pemulihan ekonomi di wilayah Pulau Dewata.

“Ekonomi Bali dan sektor pariwisata mulai pulih. APBN dan transfer ke daerah (TKD) ikut mendukung pemulihan ekonomi daerah,” kata Sri Mulyani dalam akun Instagram @smindrawati di Jakarta, seperti dikutip dari Antara, Kamis (5/12/2024).

Dalam kunjungannya itu, Sri Mulyani menerima laporan performa empat direktorat jenderal, di antaranya Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb), dan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN).

“Menjelang akhir tahun anggaran, seluruh Kanwil Kemenkeu sibuk menjalankan tugas, baik dari sisi penerimaan, belanja, dan pengelolaan kekayaan negara dan lelang,” tutur dia.

APBN per Oktober 2024 mengalami defisit sebesar Rp309,2 triliun atau 1,37 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).

Defisit ini masih lebih kecil dari yang ditetapkan bersama DPR pada UU APBN, yakni sebesar 2,29 persen.

Defisit diperoleh lantaran belanja negara lebih tinggi daripada pendapatan negara. Belanja negara tercatat sebesar Rp2.556,7 triliun atau 76,9 persen dari pagu, tumbuh 14,1 persen secara tahunan (year-on-year/yoy). Sementara pendapatan negara tercatat sebesar Rp2.247,5 triliun atau 80,2 persen dari target, tumbuh 0,3 persen yoy.

Secara rinci, realisasi belanja negara terdiri dari belanja pemerintah pusat (BPP) sebesar Rp1.834,5 triliun dan transfer ke daerah (TKD) Rp722,2 triliun.

Realisasi BPP setara 74,3 persen dari target APBN Rp2.467,5 triliun, tumbuh 16,7 persen. Sementara realisasi TKD setara 84,2 persen APBN Rp857,6 triliun, tumbuh 8 persen.

 

Ketua IKPI Pengda Jatim Sebut Pelatihan Coretax Langkah Penting Tingkatkan Kompetensi Anggota

IKPI, Jakarta: Bertempat di Aula Lantai 8 Kanwil DJP Jatim 1, Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Pengda Jawa Timur bersama Pengurus IKPI Cabang Surabaya, Sidoarjo dan Malang mengikuti pelatihan Coretax yang dilaksanakan Kanwil DJP Jatim 1, Kamis (5/12/2024). Acara ini dihadiri oleh sekitar 20 konsultan pajak yang terdiri dari 15 peserta dari Cabang Surabaya, 3 Cabang Sidoarjo, dan 2 lainnya dari Cabang Malang.

Ketua IKPI Pengda Jawa Timur Zeti Arina, menyampaikan bahwa pelatihan ini merupakan langkah penting dalam upaya meningkatkan kompetensi anggota IKPI di Jawa Timur, khususnya untuk menyambut implementasi Coretax pada tahun 2025.

Selain itu kata Zeti, menjalin kemitraan dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) adalah prioritas utama IKPI Jatim yang memang merupakan mitra strategis. “Kami sangat menghargai kolaborasi yang terjalin antara IKPI dan DJP. Hal ini terbukti dengan diberikan prioritas kepada IKPI Jatim untuk mengikuti uji praktik CoreTax versi yang hampir final,” ujar Zeti, Jumat (6/12/2024).

(Foto: DOK. IKPI Pengda Jawa Timur)

Menurutnya, pelatihan Coretax ini bukan hanya sebuah kegiatan rutin, tetapi juga merupakan bagian dari komitmen DJP untuk memastikan bahwa para konsultan pajak memiliki pengetahuan yang paling mutakhir mengenai sistem pajak terbaru.

Bahkan, Zeti juga menyampaikan bahwa Kanwil DJP Jatim 1 all out mendukung dengan mendatangkan trainner langsung dari kantor pusat DJP untuk penyelenggaraan pelatihan Coretax. “Langkah ini jelas menunjukkan komitmen DJP yakni Direktorat Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2Humas) untuk memberikan pelatihan yang lebih mendalam dan relevan bagi para konsultan pajak di daerah. Dengan adanya pelatihan ini, kami berharap dapat memperkuat pengetahuan dan keterampilan para konsultan pajak untuk memberikan layanan yang lebih baik kepada wajib pajak,” ujarnya.

Zeti juga mengungkapkan bahwa dalam menghadapi era digital dan perubahan kebijakan pajak yang semakin kompleks, para konsultan pajak harus terus mengembangkan diri. “Dengan pemahaman yang lebih baik mengenai sistem Coretax, kami berharap konsultan pajak di Jawa Timur bisa lebih siap menghadapi tantangan baru dalam dunia perpajakan,” katanya.

(Foto: DOK. IKPI Pengda Jawa Timur)

Menurutnya, pelatihan Coretax kali ini menjadi bukti nyata upaya IKPI di wilayah Jatim untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia di sektor perpajakan. Diharapkan, setelah mengikuti pelatihan ini, para anggota IKPI tidak hanya akan memiliki pemahaman yang lebih mendalam tentang sistem pajak terkini, tetapi juga akan siap untuk memberikan solusi yang lebih efektif dan efisien bagi wajib pajak di wilayah Jawa Timur. (bl)

Berbagai Kalangan Tanggapi Kenaikan PPN 12% Selektif

IKPI, Jakarta: Kontroversi rencana pemerintah menerapkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12% mulai 1 Januari 2024, melahirkan wacana kenaikan pajak hanya untuk barang mewah sedangkan sembako dan layanan publik tetap dikenakan pajak 11 persen.

Ketentuan PPN 12% itu diperintahkan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Dalam beleid ini, PPN naik dari 10% menjadi 11 % per 1 April 2022 dan naik menjadi 12% mulai 1 Januari 2025.

Namun banyak elemen masyarakat minta Presiden Prabowo menunda atau bahkan membatalkan kenaikan karena kondisi ekonomi sedang tidak baik.

Munculnya wacana PPN 12% tetap berlaku mulai 1 Januari 2025 namun hanya untuk barang mewah, ketika pimpinan DPR menemui Presiden Prabowo di Istana, Kamis, 5 Desember 2024. Menurut Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco, dalam pertemuan itu DPR mengusulkan PPN 12% diterapkan secara selektif dan menyasar pembeli barang-barang mewah.

Sementara untuk kebutuhan pokok dan pelayanan publik seperti jasa kesehatan, jasa perbankan dan jasa pendidikan dipastikan tidak diberikan pajak 12% dan dikenakan pajak yang saat ini sudah berjalan yaitu 11%.

Usulan ini ditanggapi beragam. Direktur Eksekutif Center for Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai rencana pengenaan tarif PPN secara selektif berpotensi menimbulkan kebingungan.

“Indonesia mengenal PPN satu tarif, yang berarti perbedaan PPN 12% untuk barang mewah dan PPN 11% untuk barang lainnya merupakan yang pertama kali dalam sejarah,” kata Bhima seperti dikutip dari ANTARA, Jumat, 6 Desember 2024.

Maka, pengenaan multitarif ini berpotensi menimbulkan kebingungan banyak pihak, terutama bagi pelaku usaha dan konsumen. Seperti misalnya bila satu toko ritel menjual objek pajak yang terkena tarif PPN dan pajak penjualan barang mewah (PPnBM), maka penjual perlu menghitung tarif yang berbeda terhadap barang-barang yang dijual.

Ketika mengurus administrasi perpajakan pun, kemungkinannya, faktur pajak akan menjadi lebih kompleks.

“Hanya karena sudah injury time jelang pelaksanaan PPN 12% per Januari 2025, maka aturan dibuat mengambang. Seharusnya, kalau mau memperhatikan daya beli masyarakat, terbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk menghapus Pasal 7 di UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) soal PPN 12%. Itu solusi paling baik,” ujar dia.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan pemerintah tidak akan mengenakan PPN sama sekali untuk komoditas bahan pokok dan penting seperti fasilitas transportasi publik, fasilitas pendidikan, dan fasilitas kesehatan.

Ketentuan barang yang bebas PPN itu tercantum juga dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 49 tahun 2022 tentang PPN Dibebaskan dan PPN serta Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Tidak Dipungut atas Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan/atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu dan/atau Pemanfaatan Jasa Kena Pajak Tertentu dari Luar Daerah Pabean.

Menurut Airlangga, pemerintah tengah menyiapkan paket kebijakan ekonomi yang di dalamnya membahas soal PPN dan ditargetkan bisa rampung dalam waktu satu pekan ke depan.

Kaji Secara Komprehensif

Wakil Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR Herman Khaeron menyebut pemerintah perlu melakukan kajian komprehensif sebelum menaikkan PPN menjadi 12% pada 2025 guna mengetahui dampak yang ditimbulkannya terhadap masyarakat.

“Ini pilihan pemerintah, kemudian kaji secara komprehensif, dipertimbangkan apa keuntungan dan kerugiannya bagi masyarakat,” kata Herman, Kamis.

Sebab, menurut dia, meski penerapan kenaikan PPN menjadi 12% pada 2025 telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), namun pemerintah dapat mengambil pilihan ataupun pengaturan agar kebijakan itu tidak membebani masyarakat.

“Tadi mendengar apa yang disampaikan oleh pimpinan DPR bahwa pemberlakuan 12% itu adalah untuk pajak barang mewah, dan ya tentu kalau diberlakukan pada pajak barang mewah terus kompensasinya bagaimana untuk kalangan menengah ke bawah misalkan, karena bagaimanapun dampak ini pasti ada,” katanya.

Dia mengingatkan agar pemerintah mempertimbangkan berbagai aspek secara komprehensif terkait rencana kenaikan PPN menjadi 12%, mulai dari dampaknya terhadap prospek ekonomi ke depan hingga daya beli masyarakat.

“Apakah dengan menaikkan pajak ini akan memberikan dampak positif atau tidak kepada masyarakat,” ujarnya.

Dia menyebut pemerintah dalam hal ini Menteri Keuangan Sri Mulyani perlu memberikan penjelasan secara gamblang dan komprehensif kepada publik mengenai pertimbangan yang diambil pemerintah apabila nantinya PPN tetap dinaikkan menjadi 12% per 1 Januari 2025.

“Sepanjang bahwa bisa menggaransi terhadap menjaga daya beli masyarakat, menjaga masyarakat bisa survive dalam kehidupannya, menurut saya ya harus dijelaskan,” ucapnya.

Sebaliknya, dia meminta pemerintah tak memaksakan untuk menerapkan kebijakan PPN menjadi 12% per 1 Januari 2025 sekiranya hasil kajian menunjukkan kenaikan tersebut membebani rakyat.

DJP Luncurkan Simulator Coretax untuk Edukasi Wajib Pajak

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan resmi meluncurkan sistem uji coba interaktif (Simulator Coretax) yang dapat diakses oleh masyarakat sejak September 2024 melalui situs resmi pajak.go.id.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti, mengungkapkan bahwa simulator ini bertujuan untuk mengenalkan berbagai fitur aplikasi Coretax kepada wajib pajak secara lebih mudah dan interaktif.

“Simulator Coretax dapat diakses dari mana saja dan kapan saja menggunakan internet, sehingga lebih banyak wajib pajak dapat memanfaatkan sistem ini,” ujar Dwi Astuti pada Rabu (25/9/2024).

Untuk mengakses simulator ini kata Dwi, wajib pajak diwajibkan melakukan pendaftaran melalui akun DJP Online. Setelah pendaftaran berhasil, sistem akan mengirimkan notifikasi melalui email yang berisi tautan, nama pengguna, dan kata sandi untuk mengakses simulator, paling lambat tiga hari kerja setelah pendaftaran.

Ia juga menekankan bahwa wajib pajak tidak perlu khawatir mengenai keamanan data pribadi, karena data yang digunakan dalam simulator ini bersifat khusus untuk tujuan edukasi dan bukan merupakan data pribadi wajib pajak yang sesungguhnya.

Sekadar informasi, selain menyediakan simulator, DJP juga mengadakan sesi edukasi langsung dengan metode hands-on di seluruh unit kerja untuk memberikan pemahaman lebih mendalam kepada wajib pajak prioritas. DJP juga menyediakan sarana belajar mandiri berupa video tutorial dan handbook.

Menurut Dwi, saat ini ada 55 video tutorial dan 19 handbook telah diproduksi dan dapat diakses oleh wajib pajak.

“Video tutorial dapat ditemukan di kanal YouTube @DitjenpajakRI, sementara handbook tersedia di tautan https://pajak.go.id/reformdjp/coretax/,” ujarnya.

Menurutnya, langkah ini merupakan bagian dari upaya DJP untuk memberikan kemudahan dalam penggunaan aplikasi Coretax dan mempercepat proses edukasi kepada wajib pajak di seluruh Indonesia. (alf)

Kemenkeu Tingkatkan Target Penerimaan Pajak Dalam Negeri pada 2025

IKPI, Jakarta: Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menetapkan target penerimaan pajak dalam negeri untuk tahun 2025 sebesar Rp 2.433,5 triliun. Angka ini mengalami kenaikan signifikan dibandingkan dengan target penerimaan pajak tahun 2024 yang diperkirakan sebesar Rp 2.234,95 triliun.

Mengutip Peraturan Presiden Republik Indonesia (Perpres) Nomor 201 Tahun 2024 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025, rincian target penerimaan pajak dalam negeri terungkap sebagai berikut:

Pajak Penghasilan (PPh)

Target penerimaan dari PPh untuk tahun 2025 ditetapkan sebesar Rp 1.209,27 triliun, yang meningkat dari target 2024 sebesar Rp 1.139,78 triliun. PPh migas diperkirakan akan mencapai Rp 62,84 triliun, meskipun lebih rendah dibandingkan target 2024 yang sebesar Rp 76,37 triliun.

Sementara itu, PPh non-migas ditargetkan mencapai Rp 1.146,43 triliun, lebih tinggi dibandingkan target tahun ini yang sebesar Rp 1.063,4 triliun. Rinciannya antara lain PPh pasal 21 sebesar Rp 313,51 triliun, PPh pasal 22 sebesar Rp 36,81 triliun, dan PPh pasal 25/29 orang pribadi sebesar Rp 15,14 triliun.

Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPN dan PPnBM)

Untuk PPN dan PPnBM, target penerimaan pada 2025 ditetapkan sebesar Rp 945,12 triliun, mengalami peningkatan signifikan dibandingkan target tahun ini yang hanya Rp 811,36 triliun. Penerimaan PPN dalam negeri diproyeksikan sebesar Rp 609,04 triliun, sementara PPN impor mencapai Rp 308,74 triliun.

Penerimaan PPnBM dalam negeri dan impor masing-masing ditargetkan sebesar Rp 10,78 triliun dan Rp 5,8 triliun.

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

Penerimaan dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) ditargetkan sebesar Rp 27,11 triliun pada 2025, sedikit menurun dibandingkan dengan target PBB tahun 2024 yang mencapai Rp 27,18 triliun.

Rincian target PBB tersebut antara lain PBB perkebunan Rp 3,04 triliun, PBB perhutanan Rp 702,77 miliar, dan PBB migas sebesar Rp 15,04 triliun.

Kenaikan target penerimaan pajak ini mencerminkan optimisme pemerintah dalam meningkatkan pendapatan negara, yang diharapkan dapat mendukung pembiayaan program pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat pada tahun 2025. (alf)

DPR: PPN 12% Tetap Berlaku 2025, Tetapi hanya Dikenakan pada Barang Mewah

IKPI, Jakarta: Pimpinan dan anggota DPR bertemu dengan Presiden Prabowo Subianto di Istana Presiden, Jakarta, Kamis (5/12/2024). Pertemuan itu membahas rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12%, yang direncanakan berlaku pada 1 Januari 2025.

Dalam diskusi tersebut, DPR mengusulkan agar kenaikan PPN 12% hanya diberlakukan pada barang-barang mewah, sementara barang pokok dan layanan yang menyentuh langsung masyarakat tetap dikenakan PPN 11%.

Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad, menjelaskan bahwa PPN 12% akan diterapkan secara selektif, hanya pada komoditas barang mewah. “Yang pertama, untuk PPN 12% akan dikenakan hanya kepada barang-barang mewah, jadi pengenaannya dilakukan secara selektif,” ujar Dasco.

Ia menambahkan, sedangkan untuk barang-barang pokok yang menjadi kebutuhan utama masyarakat, seperti sembako, akan tetap dikenakan PPN 11%.

Terkait hal itu, Dasco menyampaikan bahwa Presiden Prabowo akan segera berkomunikasi dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk mengkaji usulan dari masyarakat, yang menginginkan penurunan PPN pada barang-barang pokok.

“Mungkin dalam satu jam ini Pak Presiden akan meminta menteri keuangan dan beberapa menteri untuk rapat dalam mengkaji usulan dari masyarakat maupun dari DPR tentang beberapa hal pajak yang harus diturunkan,” katanya.

Pada kesempatan yang sama, Ketua Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun, mengonfirmasikan bahwa kenaikan PPN menjadi 12% tetap akan berlaku mulai Januari 2025, namun akan diterapkan secara selektif.

“Kita akan tetap ikuti UU jika PPN berjalan (sesuai) jadwal waktu yakni 1 Januari 2025, tapi kemudian diterapkan secara selektif,” kata Misbakhun.

Sementara itu, nantinya penerapan PPN 12% akan menyasar barang-barang mewah, sedangkan untuk masyarakat berpenghasilan rendah, tarif PPN akan tetap pada angka 11%.

Misbakhun juga menekankan bahwa kebutuhan dasar seperti bahan pokok, jasa pendidikan, jasa kesehatan, dan jasa perbankan tidak akan dikenakan PPN.

“Jadi PPN tak berada dalam satu tarif. Dan ini nanti masih dipelajari,” ujarnya.

Menurutnya, pemerintah dan DPR sebelumnya telah menyepakati kenaikan PPN menjadi 12% melalui UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), yang menjadwalkan kenaikan PPN dari 11% menjadi 12% pada 2025.

Meski demikian, rencana kenaikan PPN ini menuai penolakan dari berbagai kalangan, termasuk pekerja, pengusaha, dan ekonom, yang khawatir akan semakin menurunkan daya beli masyarakat di tengah situasi ekonomi yang belum pulih. (alf)

Staf Ahli Menkeu Pastikan Kenaikan PPN 12% Tetap Berlaku Januari 2025, Pengecualian untuk Kelompok Tertentu

IKPI, Jakarta: Pemerintah memastikan bahwa kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% akan tetap diberlakukan mulai Januari 2025. Hal tersebut disampaikan Staf Ahli Menteri Keuangan (Menkeu) Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan Internasional Parjiono, dalam acara Sarasehan 100 Ekonom Indonesia di Menara Bank Mega, Jakarta, Selasa (3/12/2024).

Meski demikian, Parjiono menegaskan bahwa kebijakan ini akan memberikan pengecualian untuk beberapa kelompok masyarakat guna menjaga daya beli, terutama kelompok masyarakat miskin, sektor kesehatan, dan pendidikan.

“Pengecualian ini sudah jelas, dan kami sedang dalam proses untuk memastikan kebijakan ini berjalan dengan baik tanpa memberatkan golongan yang lebih rentan,” ujar Parjiono.

Lebih lanjut, Parjiono menyampaikan bahwa pemerintah akan memperkuat jaring pengaman sosial melalui subsidi untuk membantu kelompok masyarakat yang terdampak.

Menurutnya, insentif perpajakan yang diberikan selama ini lebih banyak dirasakan oleh kalangan kelas menengah atas, yang tentunya tidak sebanding dengan dampak terhadap daya beli masyarakat umum.

Sementara itu, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto memberikan klarifikasi terkait pernyataan Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan, yang menyebutkan kemungkinan penundaan kenaikan PPN tersebut.

Menurut Airlangga, sejauh ini tidak ada pembahasan internal pemerintah mengenai penundaan kenaikan PPN menjadi 12%, yang rencananya berlaku pada 2025 sesuai dengan ketentuan dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

“Belum ada pembahasan lebih lanjut mengenai penundaan. Kenaikan PPN 12% masih sesuai rencana untuk diberlakukan pada 2025,” kata Airlangga kepada media di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Kamis (28/11/2024). (alf)

Ketum IKPI Apresiasi Antusiasme Ribuan Anggotanya di FGD RUU Konsultan Pajak

IKPI, Jakarta: Dalam upaya memperkuat posisi dan eksistensi profesi konsultan pajak di Indonesia, Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) mengadakan Focus Group Discussion (FGD) yang membahas langkah lanjut mengenai Rancangan Undang-Undang (RUU) Konsultan Pajak. Padahal, RUU ini pernah masuk menjadi bagian dari Daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas DPR beberapa tahun lalu, tetapi hingga saat ini namanya hanya menghiasi daftar panjang RUU yang ada di Prolegnas.

Ketua Umum IKPI Vaudy Starworld, memberikan apresiasi kepada sedikitnya 1.084 anggotanya yang ikut serta di dalam FGD ini. Hal itu menunjukan antusias mereka yang bersama menginginkan lahirnya UU yang dinilai bisa melindungi para konsultan pajak dan wajib pajak tersebut.

Menurut Vaudy, gelaran FGD ini adalah langkah penting untuk mendiskusikan kebutuhan dan pengembangan lebih lanjut mengenai RUU Konsultan Pajak, yang diyakini akan memberikan dampak signifikan bagi dunia perpajakan di Indonesia, baik bagi konsultan pajak maupun bagi wajib pajak itu sendiri.

Vaudy menekankan bahwa RUU Konsultan Pajak sangat vital, mengingat profesi konsultan pajak memiliki peran strategis dalam mengawal penerimaan negara melalui kegiatan konsultasi yang mendalam terkait dengan perpajakan.

Sebagai mitra pemerintah,menurutnya, konsultan pajak berperan untuk melindungi wajib pajak dari praktik-praktik yang merugikan atau tidak sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku. Oleh karena itu, keberadaan RUU ini tidak hanya bertujuan untuk melindungi kepentingan profesi konsultan pajak, tetapi juga untuk memastikan adanya standar yang jelas dalam melaksanakan tugas konsultasi perpajakan.

“RUU Konsultan Pajak ini merupakan langkah maju untuk mewujudkan perlindungan bagi wajib pajak dan juga profesionalisme dalam sektor perpajakan. Dengan adanya regulasi yang jelas, konsultan pajak bisa berfungsi lebih efektif sebagai mitra pemerintah dalam mengoptimalkan penerimaan negara,” kata Vaudy di Jakarta, Kamis (5/12/2024).

Sekadar informasi, FGD yang dihadiri oleh 1.084 anggota IKPI yang mengikuti acara ini melalui Zoom Meeting dan live streaming YouTube IKPI. Acara ini dipandu oleh Ketua Departemen FGD, IKPI Suwardi Hasan, dan melibatkan pengurus IKPI, Tim Task Force RUU Konsultan Pajak, serta anggota IKPI.

Lebih lanjut Vaudy mengatakan, kegiatan ini merupakan bentuk nyata dari partisipasi aktif IKPI dalam penyempurnaan RUU Konsultan Pajak. Dalam FGD tersebut, anggota IKPI diberikan kesempatan untuk menyampaikan usulan-usulan terkait pokok-pokok RUU yang perlu diperhatikan dalam pembahasan lebih lanjut.

Vaudy menambahkan bahwa FGD ini memberikan ruang bagi IKPI untuk menguatkan tim yang telah dibentuk untuk memperjuangkan disahkannya RUU Konsultan Pajak, serta untuk menjalin komunikasi yang lebih intensif dengan pihak-pihak terkait dalam proses lobi politik yang diperlukan.

Sebagai bagian dari langkah strategis, Vaudy juga menekankan pentingnya peran pemerintah, akademisi, DPR, mahasiswa, asosiasi pengusaha, dan stakeholder terkait untuk memberikan perspektif yang objektif dan ilmiah dalam penyempurnaan RUU Konsultan Pajak.

Vaudy juga menyampaikan beberapa tantangan yang dihadapi dalam proses pembahasan RUU Konsultan Pajak. Salah satunya adalah perbedaan pandangan antara berbagai stakeholder yang perlu dijembatani agar tercapai kesepakatan yang menguntungkan semua pihak.

Meskipun demikian, Ia optimis bahwa dengan kerja sama yang solid antara IKPI, pemerintah, DPR, dan stakeholder lainnya, RUU ini dapat segera disahkan dan menjadi landasan yang kokoh bagi pengembangan profesi konsultan pajak di Indonesia.

“Penyusunan dan pengesahan RUU Konsultan Pajak adalah proses yang panjang dan memerlukan kesabaran, tetapi kami yakin dengan dukungan dari semua pihak, RUU ini akan segera terwujud. Kami siap untuk terus bekerja keras agar kepentingan profesi konsultan pajak, wajib pajak, dan negara dapat tercapai,” kata Vaudy. (bl)

 

 

 

Ketum IKPI Beri Selamat Atas Pengukuhan Sekum Edy Gunawan sebagai Associate Professor

IKPI, Jakarta: Ketua Umum (Ketum) Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Vaudy Starworld, mengucapkan selamat atas pengukuhan Sekretaris Umum (Sekum) IKPI Edy Gunawan, sebagai Associate Professor dalam bidang pajak. Pengukuhan ini merupakan pengakuan atas kontribusi besar Edy Gunawan dalam dunia pendidikan dan konsultan pajak di Indonesia.

Vaudy menyampaikan, pengukuhan Edy Gunawan sebagai Associate Professor adalah sebuah pencapaian luar biasa, tentunya tidak hanya sebagai pribadi, melainkan juga bagi IKPI, dunia pendidikan dan sektor perpajakan di Indonesia.

“Kami sangat bangga dengan pencapaian ini. Pak Edy tidak hanya berkontribusi besar dalam dunia praktik pajak, tetapi juga dalam pengembangan sumber daya manusia melalui pendidikan. Hal ini sejalan dengan visi IKPI untuk terus mendorong peningkatan kualitas para konsultan pajak di Indonesia,” ujarnya di Jakarta, Kamis (5/12/2024).

Menurut Vaudy, pencapaian Edy Gunawan ini diharapkan dapat memberikan inspirasi bagi generasi muda profesional pajak untuk terus belajar dan mengembangkan diri serta mendorong lebih banyak lagi konsultan pajak yang berperan aktif dalam dunia akademik.

“Dengan gelar Associate Professor ini, Pak Edy semakin memperkuat peran IKPI dalam memberikan kontribusi pada pendidikan pajak yang berkualitas. Kami berharap ini dapat membuka lebih banyak peluang untuk kolaborasi antara akademisi dan praktisi pajak dalam rangka memperbaiki sistem perpajakan di Indonesia,” ujarnya berharap.

Ia menegaskan, IKPI akan terus mendukung pengembangan sumber daya manusia di bidang pajak, baik melalui pendidikan, pelatihan, maupun kegiatan akademik lainnya. Karena, pengukuhan salah satu Pengurus Pusat IKPI sebagai Associate Professor ini merupakan simbol komitmen IKPI dalam menciptakan konsultan pajak yang tidak hanya memiliki keterampilan teknis yang mumpuni, tetapi juga wawasan akademik yang luas.

Menurut Vaudy, sebagai Sekretaris Umum IKPI, Edy Gunawan dikenal sebagai sosok yang sangat berdedikasi dalam dunia pendidikan dan konsultan pajak. Dengan pengukuhan ini, diharapkan dapat semakin berperan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan praktek perpajakan di Indonesia.

Pada kesempatan terpisah, Edy Gunawan mengungkapkan rasa syukurnya atas pengukuhan dirinya sebagai Associate Professor. “Ini adalah sebuah kehormatan besar bagi saya, dan saya merasa sangat bersyukur atas dukungan yang telah diberikan oleh keluarga besar IKPI, serta rekan-rekan sejawat yang telah bersama-sama berjuang dalam pengembangan profesi ini,” ujar Edy.

Lebih lanjut Edy menyatakan, pengukuhan ini tidak hanya menjadi pencapaian pribadi, tetapi juga menjadi momentum untuk terus meningkatkan kualitas pendidikan dan pengembangan sumber daya manusia di bidang pajak.

“Saya berharap dapat terus berkontribusi untuk memajukan profesi konsultan pajak di Indonesia, terutama dalam menciptakan kolaborasi yang lebih erat antara akademisi, praktisi, dan pemerintah. IKPI sebagai wadah bagi konsultan pajak harus terus berperan aktif dalam mendorong terciptanya sistem perpajakan yang lebih baik dan adil,” ujarnya.

Menurutnya, dengan kepemimpinan Vaudy Starworld sebagai Ketua Umum IKPI dan seluruh pengurus dan anggota IKPI yang juga berprofesi sebagai praktisi dan akademisi, langkah ini diyakini akan semakin memperkuat kedudukan IKPI sebagai organisasi yang berkomitmen pada kualitas pendidikan dan pengembangan profesi konsultan pajak di tanah air.

“Banyak juga anggota IKPI yang menjadi dosen di berbagai perguruan tinggi ternama. Dedikasi mereka untuk membesarkan IKPI dan memperkuat sektor perpajakan melalui dunia pendidikan sangat kuat dan tidak perlu diragukan lagi,” kata Edy. (bl)

Pemerintah Siapkan Insentif untuk Pelaku Industri Terkait Kenaikan UMP 6,5%

IKPI, Jakarta: Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengungkapkan bahwa pihaknya sedang membahas berbagai insentif dan stimulus untuk membantu pelaku industri, seiring dengan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar 6,5% yang baru-baru ini diumumkan. Pembahasan ini bertujuan untuk memastikan dunia usaha dapat beradaptasi dengan kebijakan tersebut.

“Kemarin kita membahas bantuan atau insentif yang perlu dan akan disiapkan oleh pemerintah untuk membantu dunia usaha, khususnya industri,” ujar Menperin Agus dalam keterangan pers di Jakarta pada Kamis (5/12/2024).

Sebagai contoh, salah satu insentif yang dibahas adalah yang berkaitan dengan sektor otomotif. Pemerintah akan memberikan stimulus berupa pengurangan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) dan Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPn DTP), tidak hanya untuk kendaraan listrik, tetapi juga untuk kendaraan hybrid dan jenis mobil lainnya. Hal ini diharapkan dapat mendorong daya beli masyarakat serta membantu industri otomotif.

Menperin menjelaskan bahwa kenaikan UMP yang ditetapkan oleh Presiden Prabowo Subianto bertujuan untuk meningkatkan daya beli masyarakat, yang menurutnya sangat penting untuk menjaga pertumbuhan ekonomi.

“Kenaikan ini perlu dilakukan untuk menciptakan daya beli yang lebih baik di masyarakat,” ujarnya.

Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Eko Cahyanto juga menyatakan bahwa para pelaku industri akan menyesuaikan kebijakan tersebut dengan memperhatikan ketentuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Ia berharap kebijakan dan regulasi yang dikeluarkan dapat mendukung peningkatan daya saing industri di Indonesia.

Pemerintah terus mendorong sektor industri untuk beradaptasi dengan berbagai kebijakan baru yang akan diterapkan dalam rangka menjaga stabilitas ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. (alf)

en_US