Pengurus Pusat IKPI Diminta Fasilitasi Kebutuhan Update Informasi Peraturan Perpajakan

IKPI, Jakarta: Ketua Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Jakarta Barat Tan Alim, meminta Pengurus Pusat IKPI untuk memfasilitasi update informasi peraturan perpajakan dan terkait untuk kebutuhan seluruh anggota. Hal itu dirasakan sangat penting, mengingat sangat dinamisnya perubahan peraturan perpajakan dan terkait.

“Perubahan peraturan perpajakan sangat cepat, jika tidak segera mengupdate informasinya, maka sebagai konsultan pajak kami dinilai tidak mampu memberikan pelayanan terbaik untuk klien dan menunjukan ketidakprofesionalan seorang Konsultan Pajak,” kata Tan Alim di Jakarta, baru-baru ini.

Sebagai anggota dan juga ketua cabang, Tan Alim berharap di usia ke-58 ini IKPI bisa lebih memperhatikan kepentingan dan kebutuhan setiap anggotanya. “Memberikan update peraturan perpajakan memang terlihat sederhana, tetapi itu sangat penting dan berguna bagi seluruh konsultan pajak. Nah, hendaknya pengurus pusat bisa menyediakan fasilitas itu,” ujarnya.

Diungkapkannya, selama ini kebanyakan anggota IKPI mencari update peraturan perpajakan harus memiliki sumber berbayar, harus rajin mengexplore dan biasanya mendapatkan informasi dari website Ortax maupun DDTC.

Diharapkan, kedepan seluruh anggota bisa mendapatkan keterangan/update peraturan perpajakan dari Asosiasinya sendiri. “Ini memang menjadi satu beban baru bagi pengurus pusat, tetapi itu harus dilakukan karena memang update peraturan perpajakan sangat dibutuhkan anggota. Diharapkan, tahun depan hal itu bisa terealisasi,” katanya.

Tan Alim mengusulkan, mungkin ada bidang baru yang diberikan tugas khusus untuk mengumpulkan update peraturan perpajakan. “Apapun nanti namanya, intinya kedepan anggota tidak lagi kesulitan dalam mencari update peraturan perpajakan,” katanya.

Dia berharap, dengan memiliki ribuan anggota, IKPI bisa memfasilitasi mereka agar dipermudah mendapatkan updating peraturan perpajakan yang sumbernya dari IKPI itu sendiri. (bl)

 

IKPI Sleman Usul Jumlah Pengda Disesuaikan dengan Kanwil DJP

IKPI, Jakarta: Ketua Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Hersona Bangun berharap Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) IKPI nantinya bisa mengakomodir adanya penambahan pengurus daerah (Pengda) di dalam satu wilayah kerja. Hal ini tentunya untuk lebih meringankan tugas dan memperlancar koordinasi antara cabang.

“Saat ini dalam satu provinsi terkadang ada 2-3 Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP), tetapi tugas itu di cover oleh satu Pengda, kan cukup berat. Sebaiknya jumlah Pengda ditambah lagi mengikuti jumlah Kanwil di wilayah masing-masing,” kata Hersona di Jakarta, baru-baru ini.

Menurutnya, saat ini untuk Pengda Jateng dan DIY mungkin saat ini jumlahnya masih tergolong ideal. Tetapi, kedepan bisa dipikirkan lagi untuk menambah jumlahnya.

Menurut Hersona, pemikiran itu muncul pasca adanya usulan pembubaran Pengda dalam Mukernas IKPI Surabaya beberapa waktu lalu. Walaupun akhirnya dalam rapat Ad Hoc diputuskan bahwa keberadaan Pengda untuk lebih diperkuat, tetapi cakupan wilayah tugas yang luas memungkinkan adanya usulan untuk penambahan jumlah Pengda dalam satu wilayah.

Saya pikir hasil dari rapat Tim Ad Hoc, hari ini dilaporkan kepada Ketum IKPI bahwa semua usulan yang berkembang di dalam Mukernas, sudah dibahas dan memperoleh sebuah keputusan.

Mengomentari hasil keputusan Tim Ad Hoc AD/ART dan Kode Etik, Hersona menyatakan bahwa hal itu sudah sesuai dengan apa yang diharapkan oleh sebagian besar ketua cabang, yang mengikuti rapat tersebut.

Diungkapkannya, ada tiga poin yang dibahas dalam rapat tersebut, yakni soal rencana penghapusan 12 pengurus daerah (Pengda) IKPI, penambahan klaster anggota, dan mengenai bagaimana sanksi/status anggota yang mendapatkan sanksi pidana 1-5 tahun.

Terkait tindak pidana kata dia, Tim Ad Hoc memutuskan sanksi akan diberikan kepada anggota ketika mereka telah diputuskan bersalah oleh pengadilan dengan hukuman penjara minimal 2 tahun.

Selain itu, keberadaan Pengda tetap dibutuhkan dan harus lebih diperkuat tupoksinya, serta tidak disetujuinya penambahan klaster anggota.

“Ini artinya, IKPI sebagai organisasi profesi yang di dalamnya benar merupakan konsultan pajak dan itu harus tetap dipertahankan. kedepan kita berharap dengan adanya hal-hal seperti ini, anggota IKPI menjadi lebih profesional, kompeten, berintegritas, dan bisa bersama pemerintah turut mengamankan penerimaan negara dari sektor perpajakan,” katanya.

Menurut Hersona, IKPI Sleman termasuk kepada pihak yang tidak setuju dengan adanya usulan penambahan klaster dan penghapusan Pengda. Sebab, penambahan klaster menurutnya belum cocok diberlakukan dengan kondisi saat ini, sedangkan penghapusan Pengda memang tidak diperlukan mengingat perannya masih sangat dibutuhkan.

Untuk penambahan klaster keanggotaan, Hersona melihat bahwa perlu ada pengkajian lebih dalam lagi karena profesi konsultan pajak masih menjadi ujung tombak di dalam penerimaan negara.

Dengan demikian kata dia, jika tidak ada pengaturan yang ketat dikhawatirkan justru banyaknya pihak lain yang bisa terlibat, sementara kompetensi yang dimiliki juga tidak sesuai dengan seharusnya sehingga dikhawatirkan malah merugikan wajib pajak itu sendiri.

Lebih lanjut Hersona mengatakan, alasan pihaknya tidak setuju dengan usulan penghapusan Pengda adalah, bahwa sebagian besar Pengda di berbagai daerah masih memiliki peran penting dalam mengkoordinasikan berbagai permasalahan, baik antar cabang maupun cabang dengan pengurus pusat.

“Untuk Pengda Jateng-DIY, komunikasi kami diseluruh cabang di bawah koordinasi mereka masih sangat baik. Bahkan, jika terdapat permasalahan yang terjadi terhadap anggota, Pengda menjalankan perannya untuk membantu menyelesaikan permasalahan itu,” katanya. (bl)

 

 

 

Jan Prihadi Minta Pertahankan Eksklusivitas Keanggotaan IKPI

IKPI, Jakarta: Ketua Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Semarang, Jawa Tengah, Jan Prihadi mengapresiasi keputusan Tim Ad Hoc yang membatalkan usulan penambahan klaster anggota dan penghapusan pengurus daerah (Pengda) dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) serta Kode Etik IKPI.

Menurut Jan, penambahan klaster anggota muda dan madya akan membuat IKPI kehilangan Eksklusivitas. Pasalnya, tidak ada klausul yang mewajibkan anggota muda dan madya memiliki sertifikasi konsultan pajak, karena klaster tersebut rencananya akan diisi oleh mahasiswa dan para pegawai bagian pajak.

“Saat ini, lebih dari 6.700 anggota IKPI yang tersebar di penjuru Indonesia seluruhnya memiliki sertifikasi konsultan pajak. Jika orang yang tidak pernah mengikuti Ujian Sertifikasi Konsultan Pajak (USKP) diterima sebagai anggota IKPI, maka hancurlah eksklusivitas asosiasi terbesar di Indonesia ini,” kata Jan di Jakarta, baru-baru ini.

Menurutnya, penolakan terhadap usulan penambahan klaster anggota dalam pembahasan AD/ART adalah tindakan yang sudah benar. Karena dikhawatirkan, nantinya karena mereka merasa sebagai anggota IKPI, maka dengan seenaknya melakukan aktivitas selayaknya konsultan pajak, padahal tidak memiliki kompetensi.

“Kekhawatiran itu bukan tidak mungkin terjadi jika dibiarkan. Sekarang saja, sudah banyak orang yang melakukan praktek konsultan pajak padahal mereka tidak memiliki sertifikasi dan izin praktek. Kalau itu dilakukan anggota IKPI, apa tidak kacau,” ujarnya.

Jan Prihadi juga menyinggung dibatalkannya usulan penghapusan Pengda oleh Tim Ad Hoc. Kabarnya, hal itu dikarenakan sebagian besar anggota tim sepakat untuk tetap mempertahankan keberadaan Pengda, dan tentunya dengan tambahan penguatan-penguatan fungsinya.

“Cabang Semarang termasuk yang tidak setuju adanya usulan penghapusan Pengda. Sebab, kami sendiri yang masuk dalam Pengda Jateng-DIY sangat merasakan manfaat keberadaan Pengda, baik itu sebagai garis koordinasi antara cabang, maupun pengurus pusat,” katanya.

Dari hasil voting kata Jan, mayoritas anggota Tim Ad Hoc sepakat untuk mempertahankan Pengda, namun keberadaannya lebih diperkuat.

Demokrasi IKPI Berjalan Baik

Jan juga membandingkan proses Ad Hoc yang dilakukan saat ini dengan tahun-tahun sebelumnya. Menurut dia, proses Ad Hoc kali ini sudah jauh lebih baik.

Dia mengaku telah mengikuti beberapa proses Ad Hoc seperti di Kongres Batu, Malang, Makassar, dan Batam. Menurutnya, proses pengambilan keputusan di sana menghadirkan emosi tingkat tinggi dalam, sehingga demokrasinya menjadi menakutkan.

Diungkapkannya, semua peserta Ad Hoc pada saat itu bertahan dengan pendapatnya masing-masing, dan hal ini yang membuat tenaga menjadi terkuras serta waktu Kongres menjadi sangat lama untuk memutuskan perubahan-perubahan yang terjadi di dalam AD/ART, Kode Etik, dan Program Kerja.

Namun kata dia, saat ini semuanya sudah berubah lebih baik. Pembentukan Tim Ad Hoc dilakukan pasca Mukernas, dengan anggota yang terdiri dari para ketua cabang ataupun perwakilan. Dengan demikian, kejadian di tahun-tahun sebelumnya mengenai adu argumentasi dalam memperdebatkan perubahan dalam AD/ART, Kode Etik, dan Program Kerja tidak akan dilakukan lagi di arena Kongres.

“Semua pembahasan diputuskan sebelum Kongres, jadi saat rapat tertinggi itu digelar, panitia tinggal membacakan saja hasil keputusan tim yang sudah dilaksanakan pasca Mukernas. Setelah itu lanjut dengan pertanggungjawaban pengurus, serta pemilihan ketua umum dan wakil, serta ketua pengawas,” katanya.

Menurutnya, dalam rapat Ad Hoc kali ini, salah satunya adalah membahas usulan penambahan klaster anggota, di mana ada usulan penambahan untuk anggota muda dan madya. Alasannya, penambahan itu untuk mempercepat regenerasi anggota di IKPI.

Namun, dari 42 cabang dan pengurus pusat yang hadir mayoritas memilih untuk menunda adanya penambahan klaster. Sebab, untuk kondisi saat ini penambahan klaster dinilai malah hanya akan menambah beban organisasi.

Kembali kepada proses pengambilan keputusan oleh Tim Ad Hoc. Menurut Jan, semua permasalahan yang dibahas kali ini diselesaikan dengan mekanisme voting, dan semua peserta menerima hasil yang telah diputuskan bersama tanpa ada emosi dan lain sebagainya yang berdampak negatif kepada hubungan personal dan asosiasi.

“Semua yang ada di tim ini orang-orang hebat. Walaupun mempunyai pendapat yang berbeda-beda, tetapi mereka bisa menyelesaikannya dengan kepala dingin dan menerima apa yang sudah diputuskan oleh suara terbanyak dalam rapat tersebut,” ujarnya. (bl)

 

Nuryadin: Putusan Tim Ad Hoc AD ART Pertanda Tumbuhnya Demokrasi di IKPI

IKPI, Jakarta: Ketua Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Depok Nuryadin Rahman, menyatakan alam demokrasi di dalam asosiasi yang dinaunginya terus bertumbuh. Salah satu proses demokrasi itu, tercermin saat pengambilan keputusan atas usulan untuk penghapusan dan penambahan sejumlah pasal di dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD ART) dan Kode Etik IKPI oleh Tim Ad Hoc.

“Tim Ad Hoc itu isinya adalah para ketua/perwakilan dari 42 cabang dan pengurus pusat IKPI. Jadi di dalam forum itulah kita menyampaikan pandangan masing-masing atas usulan-usulan yang tidak bisa diselesaikan di dalam Mukernas. Alhamdulillah, semuanya berjalan baik dan keputusan sudah disepakati bersama,” kata Nuryadin, yang hadir memberikan pandangan dan suaranya sebagai perwakilan dari IKPI Depok.

Bila diukur tingkat demokrasi di IKPI, menurut Nuryadin ini sangat luar biasa. Pasalnya, segala keputusan diambil berdasarkan kesepakatan bersama, dan tanpa intervensi dari pihak manapun.

Menurutnya, di usia ke-58 ini IKPI dan seluruh anggotanya telah menunjukkan kematangan dalam berorganisasi. “Semua permasalahan diselesaikan dengan kepala dingin, dan diputuskan secara bersama tanpa ada kekerasan fisik. Semua perbedaan dipaparkan dengan argumentasi yang cantik dan diputuskan dengan mekanisme yang indah (voting),” ujarnya.

Hasil kerja Tim Ad Hoc lanjut Nuryadin, juga mendapatkan apresiasi dari Ketua Umum IKPI Ruston Tambunan. “Pak Ketum Ruston bukan hanya mengapresiasi hasil dari keputusan itu, tetapi beliau juga mengapresiasi kinerja Tim Ad Hoc yang dinilai sangat peduli dengan IKPI,” katanya.

Sekadar informasi, ada tiga hal yang dibahas oleh Tim Ad Hoc AD ART dan Kode Etik yakni, soal rencana penghapusan 12 pengurus daerah (Pengda) IKPI, penambahan klaster anggota, dan mengenai bagaimana sanksi/status anggota yang mendapatkan sanksi pidana 1-5 tahun.

Dari ketiga hal itu, Tim Ad Hoc memutuskan mengenai usulan itu adalah, keberadaan Pengda masih dianggap penting sehingga keberadaannya tetap diperlukan. Namun dinaikan, tugas pokok dan fungsinya agar lebih dipertajam lagi, karena Pengda merupakan kepanjangan tangan dari pengurus pusat.

Sedangkan untuk penambahan klaster anggota pratama dan madya yang diusulkan saat Mukernas Surabaya, Tim Ad Hoc memutuskan hal itu belum diperlukan sehingga pasal mengenai hal itu ditiadakan.

Selain itu, Tim Ad Hoc juga membahas Kode Etik asosiasi terkait bagaimana sanksi/status anggota yang mendapatkan sanksi pidana 1-5 tahun. Dalam kasus ini diputuskan asosiasi akan memberikan sanksi apabila yang bersangkutan dinyatakan bersalah oleh pengadilan dan harus menjalani hukuman minimal 2 tahun kurungan. (bl)

 

 

Tim Ad Hoc IKPI Batalkan Usulan Penambahan Klaster dan Penghapusan Pengda

IKPI, Jakarta: Hari ini kami dari Tim Ad Hoc telah menyelesaikan beberapa permasalahan perubahan-perubahan di dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD ART) dan Kode Etik dari Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI). Salah satunya adalah tentang pasal penghapusan Pengurus Daerah (Pengda).

Dengan melalui mekanisme voting, yang diikuti oleh 42 ketua cabang/perwakilan dari IKPI seluruh Indonesia, usulan tentang penghapusan Pengda yang muncul dalam Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas di Surabaya beberapa waktu lalu diputuskan untuk dibatalkan.

“Dalam kasus ini, Tim Ad Hoc memutuskan untuk tidak menghapus Pengda tetapi nanti perannya akan ditambah. Karena bagi kami Pengda adalah icon bagi kami di daerah,” kata Ketua IKPI Cabang Palembang Andreas Budiman, di Kantor Pusat IKPI, Pejaten, Jakarta Selatan, Kamis (21/9/2023).

Lalu yang kedua lanjut Andreas, tentang penambahan klaster anggota pratama dan madya juga disepakati untuk ditunda. Di mana diketahui, usulan penambahan klaster anggota ini juga muncul saat Mukernas di Surabaya.

Namun, karena tidak ada kesepakatan saat rakernas, maka usulan-usulan tersebut kemudian dibawa melalui mekanisme Ad Hoc yang diselenggarakan di Jakarta, pada Kamis (21/9/2023).

“Dalam rapat Ad Hoc yang diputuskan dengan mekanisme voting, sebanyak 25 cabang tidak menyetujui adanya penambahan klaster baru, yang artinya di IKPI hanya tetap mengakui anggota tetap, anggota tidak tetap dan anggota kehormatan,” kata Andreas.

Selain itu, Tim Ad Hoc juga membahas Kode Etik asosiasi terkait bagaimana sanksi/status anggota yang mendapatkan sanksi pidana 1-5 tahun. “Dalam kasus ini diputuskan asosiasi akan memberikan sanksi apabila yang bersangkutan dinyatakan bersalah oleh pengadilan dan harus menjalani hukuman minimal 2 tahun kurungan,” ujarnya.

Dengan demikian kata Andreas, ada tiga pembahasan yang semuanya telah diselesaikan dengan baik oleh Tim Ad Hoc, dan semuanya dilakukan dengan cara-cara yang demokratis.

Menurut Andreas, Ad Hoc kali ini sangat berbeda dengan yang dilakukan sebelumnya di Kongres IKPI Malang, Jawa Timur. Kalau kali ini, Tim Ad Hoc dibentuk setelah Mukernas.

“Padahal sebelumnya, Tim Ad Hoc dibentuk saat terjadi kebuntuan keputusan saat Kongres. Nah mekanisme seperti ini tidak lagi dipakai karena menghabiskan banyak waktu dan energi peserta Kongres, dan suasana di arena itu juga jadi tidak bersahabat,” katanya. (bl)

 

 

Perjuangkan UU Konsultan Pajak, IKPI Depok Rilis Jingle Lagu

IKPI, Jakarta: Undang-Undang Konsultan Pajak (UU KP) Is A Must demikian kata yang saat ini kembali digaungkan oleh lebih dari 6.700 anggota dari Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) dalam berbagai kesempatan, baik itu dalam kegiatan formal maupun non formal.

Kebutuhan akan hadirnya UU Konsultan Pajak di tengah profesi dan wajib pajak, dinilai juga sebagai bentuk kecintaan mereka sebagai bagian dari masyarakat Indonesia, di mana sekira 80 persen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) diperoleh dari sektor perpajakan. Untuk itu, perlu ada payung hukum yang kuat untuk melindungi orang-orang yang berkontribusi terhadap pemasukan negara tersebut.

Ketua IKPI Cabang Depok Nuryadin Rahman, meyakini bahwa cepat atau lambat UU itu akan lahir. ” Berdasarkan keyakinan itu, kami di 42 cabang IKPI seluruh Indonesia terus mengaungkan pentingnya keberadaan UU tersebut,” kata Nuryadin melalui keterangan tertulisnya, Kamis (21/9/2023).

Nuryadin juga menyatakan apresiasinya kepada Ketua Umum IKPI Ruston Tambunan dan jajaran pengurus pusat yang berinisiatif untuk membentuk Tim Task Force Rancangan Undang-Undang Konsultan Pajak (RUU KP).

“Walaupun tim ini belum terbentuk, tetapi semangat anggota IKPI di 42 cabang seluruh Indonesia khususnya IKPI Depok tak pernah padam. Melalui berbagai kesempatan kami tetap menyosialisasikan pentingnya UU KP ini,” ujarnya.

Bahkan lanjut Nuryadin, sebagai keyakinan akan lahirnya UU tersebut, Tim IKPI Depok sudah menyelesaikan pembuatan lagu UU Konsultan Pajak. “Lagu ini liriknya dibuat oleh ibu Martha pencipta mars IKPI, dan kemudian disempurnakan oleh tim dari IKPI Depok sehingga menjadi alunan nada yang asyik di dengar,” ujarnya.

“Kami para ketua cabang sudah memikirkan untuk kedepan, yaitu membuat sebuah lagu untuk menyambut hadirnya UU KP,” ujarnya.

Lebih lanjut dia menyatakan, bahwa IKPI Depok sangat mendukung dan siap jika dibutuhkan untuk terlibat di dalam Tim Task Force tersebut.

Diungkapkan Nuryadin, salah satu bukti keseriusan mereka untuk kembali menggolkan RUU KP adalah melakukan webinar yaitu bincang pajak yang bertema ‘Pentingkah UU KP’, dengan menghadirkan Prof. Hikmahanto (Guru Besar UI) dan Fahri Hamzah (mantan Wakil Ketua DPR RI dan Wakil ketua umum Partai Gelora) sebagai narasumber diskusi.

Saya berharap, Tim Task Force RUU Konsultan Pajak bisa lebih masif melakukan berbagai pendekatan kepada seluruh komponen yang berpengaruh untuk bisa menggolkan RUU ini.

“Pendekatan kepada wajib pajak, mahasiswa, akademisi, DPR, pemerintah bahkan asosiasi sejenis harus dilakukan. Karena, untuk melahirkan UU diperlukan banyak dukungan dari berbagai kalangan,” ujarnya. (bl)

Berikut Draft Jingle UU Konsultan Pajak

– Pemerintah Butuh Dana …
* Wajib Pajak Sumbernya..
– Konsultan Pajak Membantunya …
*Kerjakan Hak dan Kewajiban Pajaknya..
* Dana Pajak untuk Negeri..
– Sehingga Wajib ada UU Konsultan Pajak …
– Yang Menjamin dan Melindungi…

– UU Konsultan Pajak ada…
* agar tercipta Harmonisasi..
*Sinergi bersama Pemerintah untuk membangun Negeri…

-Undang-Undang Konsultan Pajak (UU KP) ada …
* untuk menjamin Hak dan kewajibannya…
– wujud sinergi bersama harmonis selamanya..

 

Tim Task Force Harus Jadi Garda Terdepan Golkan RUU Konsultan Pajak

IKPI, Jakarta: Rencana pembentukan Tim Task Force Rancangan Undang-Undang Konsultan Pajak (RUU Konsultan Pajak) oleh Ketua Umum IKPI Ruston Tambunan dan jajaran pengurus pusat disambut positif oleh 42 cabang IKPI di seluruh Indonesia. Diharapkan, tim itu bisa menjadi garda terdepan dalam menggolkan payung hukum yang telah lama dinantikan jutaan wajib pajak dan ribuan konsultan pajak di seluruh Indonesia.

Ketua IKPI Cabang Kabupaten Tangerang Hendri Manalu mengatakan, lahirnya UU Konsultan Pajak adalah hal mendesak yang harus segera diimplementasikan. Karena, wajib pajak dan konsultan pajak membutuhkan payung hukum yang kuat untuk membelah hak-hak mereka.

“Konsultan pajak dan wajib pajak masuk dalam garda sebagai orang yang mengamankan pemasukan negara dari sektor perpajakan. Jika tak ada payung hukum kuat yang melindungi mereka, maka segala bentuk keragu-raguan yang berdampak negatif akan terus menghantui,” kata Hendri melalui keterangan tertulisnya, Senin (18/9/2023).

Dikatakannya, sekira 80 persen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) diperoleh dari sektor perpajakan. Dengan demikian, jika garda terdepan berjalan tidak optimal, otomatis juga berdampak pada penurunan pendapatan negara dari sektor tersebut.

“Jadi memang harus ada UU Konsultan Pajak untuk memperkuat posisi keduanya,” kata Hendri.

Rangkul Asosiasi Sejenis

Hendri berharap, untuk memuluskan RUU Konsultan Pajak, Tim Task Force nantinya juga harus menggandeng konsultan pajak lainnya yang berada di luar IKPI. Sebab, masih ada tiga asosiasi serupa yang sebenarnya mempunyai kepentingan yang sama terhadap UU ini.

“Kita harus bersatu dan merangkul berbagai kalangan, seperti akademisi, pemerintah, DPR, maupun asosiasi sejenis untuk bersama memuluskan masuknya RUU Konsultan Pajak kedalam rencana Prolegnas DPR 2024,” ujarnya.

Hendri menyatakan, hendaknya IKPI dan asosiasi lain sebaiknya juga memberikan model pelaporan yang secara standar (minimal terpenuhi) yakni standar pelaporan, standar kertas kertas kerja (agar pemangku jabatan dalam hal ini P2PK dapat menilai keseriusan asosiasi KP, pengarsipan data, dan lainnya. (bl)

DJP Jakarta Utara Berharap Hubungan Baik Dengan IKPI Terus Meningkat

IKPI, Jakarta: Plt Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kakanwil DJP) Jakarta Utara Dodik Samsu Hidayat, berharap kerja sama dan hubungan baik yang telah terjalin dengan Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Jakarta Utara bisa terus ditingkatkan.

“Ini merupakan bagian dari komitmen IKPI guna membina kepatuhan wajib pajak, khususnya di wilayah Jakarta Utara,” kata Ketua IKPI Jakarta Utara Franky Foreson dalam keterangan tertulisnya, seraya mengungkapkan pesan yang disampaikan Dodik kepada jajaran pengurus IKPI Jakarta Utara.

Sekadar informasi, jajaran pengurus IKPI Jakarta Utara memenuhi undangan audiensi dengan Dodik Samsu Hidayat di lantai 15 Gedung Altira, Kantor Wilayah DJP Jakarta Utara.

Menurut Franky, dalam pertemuan itu Dodik juga menyampaikan rasa terima kasihnya kepada jajaran pengurus IKPI Jakarta Utara yang telah membantu memberikan edukasi wajib pajak, serta konsisten melakukan sosialisasi aturan perpajakan.

Dalam pertemuan ini kata Franky, hadir juga beberapa Kepala Bidang di Kanwil DJP Jakarta Utara. “Kami menyambut baik audiensi ini untuk mempererat silaturahmi dengan Kanwil DJP Jakarta Utara, dan memperkenalkan jajaran pengurus IKPI Jakarta Utara yang hadir,” katanya.

Menurut Franky, pernyataan senada juga disampaikan Kepala Bidang P2Humas Kanwil DJP Jakarta Utara Hendriyan. Dia berharap IKPI Jakarta Utara bisa terus menjadi mitra strategis mereka dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak, baik orang pribadi maupun badan usaha. (bl)

 

 

IKPI Sebut Sudah Saatnya Konsultan dan Wajib Pajak Dilindungi UU

IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) kembali fokus untuk mengangkat Undang-Undang Konsultan Pajak (RUU KP) sebagai isu sentral di sektor perpajakan. Kebijakan itu nantinya diyakini sebagai payung hukum kuat untuk melindungi hak wajib pajak dan konsultan pajak.

Sebagai asosiasi konsultan pajak terbesar dan tertua di Indonesia, IKPI terus memperjuangkan lahirnya UU tersebut. Dengan jumlah anggota yang sedikitnya mencapai 6.700 orang, mereka akan kembali menggaungkan pentingnya keberadaan UU KP ke berbagai kalangan di seluruh Indonesia.

Ketua IKPI Manado Yuli Rawun menyatakan, mereka sudah sangat lama menantikan lahirnya UU KP. “Beberapa tahun lalu RUU Konsultan Pajak pernah masuk dalam rencana Prolegnas DPR, tetapi kemudian menguap dan tidak ada kabarnya hingga saat ini. Sudah saatnya wajib pajak dan konsultan pajak dilindungi undang-undang,” kata Yuli melalui keterangan tertulisnya, Senin (18/9/2023).

Oleh karenanya, selaku Ketua IKPI Manado, Yuli bersama seluruh jajaran pengurus dan anggotanya menyatakan setuju dan mendukung rencana Ketua Umum IKPI Ruston Tambunan dan jajaran pengurus pusat untuk membentuk Tim Task Force RUU Konsultan Pajak.

“Kami berharap tim ini bisa bergerak cepat, dan bisa menggolkan RUU Konsultan Pajak kembali masuk dalam rencana Prolegnas DPR 2024,” ujarnya.

Menurut Yuli, keberadaan UU KP sudah sangat mendesak. Karena sebagaimana diketahui bersama, bahwa untuk organisasi profesi lain yang ada di Indonesia, mereka telah memiliki UU untuk profesinya masing seperti akuntan, advokat dan lainnya.

Sedangkan IKPI kata dia, organisasi kelas dunia yang sudah berdiri sejak 27 Agustus 1965 ini, sampai sekarang belum memiliki UU. Padahal, UU KP mengatur perlindungan bagi wajib pajak sebagai pengguna jasa, serta penguatan atas kedudukan profesi konsultan pajak, baik dari sisi hak maupun kewajibannya.

“Kami dari IKPI memberikan semangat, doa dan support bagi Tim Task Force untuk segala yang direncanakan oleh tim ini bisa berjalan dengan lancar, aman dan sukses,” ujarnya.

Selain itu, Yuli juga mengungkapkan bahwa pihaknya juga selalu mendukung reformasi perpajakan yang kini tengah dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan bersinergi bersama-sama dengan Kanwil DJP Suluttenggomalut serta KPP Pratama Manado untuk menyosialisasikan kepada masyarakat dalam hal kewajiban perpajakan yang harus diketahui oleh semua wajib pajak baik orang pribadi maupun badan usaha yang ada di wilayah Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Gorontalo dan Maluku Utara.

“Karena IKPI adalah mitra kerja dari DJP untuk membangun bangsa dan negara Indonesia tercinta ini,” katanya.

Menurutnya, ada tiga hal mengapa UU Konsultan Pajak sangat dibutuhkan keberadaannya. Pertama, wajib pajak (WP) belum cukup mendapat perlindungan yang memadai.

Seperti halnya profesi lainnya yang sudah dilindungi dengan undang-undang, WP juga perlu dilindungi dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Banyak WP yang dirugikan karena ulah oknum konsultan pajak yang tidak jelas sertifikasinya.

Dengan adanya UU KP dapat melindungi wajib pajak misalnya dari praktik para ‘konsultan pajak gelap’ yang sangat sulit dilakukan pengawasan dan penindakan oleh pemerintah.

Kedua, UU Konsultan Pajak bisa membuat prinsip kesetaraan terealisasi sesuai pokok pemikirannya. Dengan terwujudnya kesetaraan, bisa menunjukkan konsistensi pemerintah dalam hal keadilan kepada masyarakat dan kepastian hukum bagi investor.

Untuk menjaga keseimbangan antara kepentingan pembayar pajak dan pemerintah di bidang perpajakan sangat penting, maka diperlukan Undang-Undang tentang Konsultan Pajak

Ketiga, meningkatkan persepsi investor asing terhadap konsistensi pemerintah dalam kemudahan berusaha. Konsultan pajak merupakan salah satu profesi yang sangat berkaitan dengan dunia usaha. Di kancah internasional IKPI sudah diakui lembaga internasional sekaliber (Asian Oceania Tax Consultants Association (AOTCA).

“Sangat ironis bila pihak internasional sudah mengakui asosiasi profesi yang merupakan bagian dari dunia usaha tetapi pihak eksekutif dan legislatif di negeri ini belum mengakuinya pada level undang-undang,” ujarnya. (bl)

Lindungi Hak Wajib Pajak, IKPI Yogyakarta Siap Perjuangkan RUU Konsultan Pajak

IKPI, Jakarta: Kehadiran Undang-Undang Konsultan Pajak rupanya telah mendesak. Sebagai asosiasi konsultan pajak terbesar di Indonesia, yakni dengan lebih dari 6.700 anggota Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) melalui 42 cabang yang terdapat di berbagai wilayah di Indonesia terus menyuarakan agar Rancangan Undang-Undang Konsultan Pajak (RUU KP) bisa masuk dalam rencana pembahasan Prolegnas di DPR 2024.

Ketua IKPI Yogyakarta Albertus Santosa mengatakan, bahwa selain sebagai perlindungan kepada wajib pajak sebagai pengguna jasa dan penguatan atas kedudukan profesi konsultan pajak dari sisi hak dan kewajibannya, UU tersebut juga diperlukan untuk mencegah berkembangnya profesi lain yang berusaha mendudukkan profesinya secara setara dengan profesi konsultan pajak.

Dicontohkan Albertus, seperti profesi akuntan pajak, praktisi pajak, akademisi pajak dan teknisi pajak. “Mereka bukanlah konsultan pajak, dan untuk mendapatkan sertifikasinya jauh lebih mudah diperoleh dibandingkan konsultan pajak,” kata Albertus melalui keterangan tertulisnya, Jumat (15/9/2023).

Berdasarkan hal itu, IKPI Yogyakarta menyatakan mendukung penuh mengenai rencana yang digagas Ketua Umum IKPI Ruston Tambunan beserta pengurus pusat dengan membentuk Tim Task Force RUU KP.

“Kami berharap, tim ini nantinya bisa fokus memperjuangkan RUU KP agar kembali masuk dalam pembahasan Prolegnas DPR 2024,” ujarnya.

Albertus mengusulkan, hendaknya Tim Task Force nantinya bermaterikan konsultan pajak senior yang mempunyai pengalaman bagus, serta memiliki banyak jaringan baik itu DPR, pemerintahan, akademisi, maupun asosiasi sejenis lainnya.

“Untuk mempermulus masuknya RUU KP agar dibahas pada Prolegnas DPR, harus ada orang yang memiliki jaring-jaringan itu,” katanya.

Diungkapkannya, sejak dipublikasikan RUU KP pada 2018, IKPI Yogyakarta terus konsisten menyuarakan dan mendorong agar RUU tersebut bisa segera disahkan menjadi UU. Karena, kehadiran UU itu menjadi semangat dan peningkatan derajat bagi seluruh konsultan pajak di Indonesia.

“Jadi UU Konsultan Pajak ini bukan hanya untuk kepentingan angota IKPI, tetapi seluruh konsultan pajak di asosiasi lain juga nantinya mempunyai payung hukum yang sama,” ujarnya. (bl)

 

 

id_ID