DJP Sebut Pemilu 2024 Berikan Dampak Positif Penerimaan Pajak

IKPI, Jakarta: Pemilihan umum (pemilu) pada 2024 mendatang dinilai akan mampu menggenjot perekonomian nasional. Hal ini turut akan memberikan dampak positif terhadap penerimaan pajak.

“Biasanya konsumsi naik, karena kan orang banyak spending uang kampanye, itu biasanya konsumsi naik, sehingga mau enggak mau PPN jadi terkerek naik,” kata Direktur P2 Humas DJP Dwi Astuti  seperti dikutip dari CNBC Indonesia, Selasa (23/5/2023).

Ketika kampanye, kata Dwi, uangnya akan digunakan untuk membeli kaos, membuat spanduk, dan lainnya. Hal ini kemudian berkontribusi menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Konsumsi.

“Biasanya kalau mau pemilu juga orang untuk biaya kampanye misalnya, bikin spanduk, beli kaos apa segala macem, PPN biasanya naik,” jelas Dwi.

Fenomena ini juga terjadi ketika memasuki tahun ajaran baru dan hari raya Idul Fitri. Pada momen tersebut, konsumsi masyarakat menjadi naik.

“Kalau lebaran orang banyak belanja, biasanya PPN naik, kalau mau sekolah juga biasanya beli seragam, beli baju, beli sepatu, beli tas, itu konsumsi naik biasanya seperti itu,” tuturnya.

Ketika ditanya terkait sektor penerimaan pajak yang akan dioptimalkan tahun depan, Dwi mengaku masih belum dapat memberi jawaban. Namun, pemerintah akan terus berupaya melakukan pengawasan dan memantau pertumbuhan ekonomi.

“Kalau terkait dengan sumber sumber penerimaan di tahun 2024, saya masih belum tidak bisa memberikan jawaban yang pasti. Kita fokus tahun ini ajalah,” ujar Dwi. (bl)

 

 

Sebanyak 90 Aset Wajib Pajak di Jawa Timur akan Dilelang

IKPI, Jakarta: Sebanyak 90 aset senilai Rp16,9 miliar milik 45 wajib pajak (WP) yang disita selama triwulan I 2023, dilelang guna mengoptimalkan penerimaan negara.

Kepala Perwakilan Kementerian Keuangan Jawa Timur Taukhid di Kota Malang, Jawa Timur, Selasa mengatakan bahwa pelelangan 90 aset tersebut, bertujuan untuk memastikan seluruh piutang negara bisa ditagih dengan baik dan semaksimal mungkin.

“Objek yang dilelang secara daring tersebut adalah aset sitaan pada triwulan I 2023. Sebanyak 90 aset dengan total nilai limit sebesar Rp16.9 miliar,” kata Taukhid seperti dikutip dari Antara News, Rabu (24/5/2023).

Taukhid menjelaskan, sejumlah barang yang dilelang tersebut terdiri dari kendaraan bermotor, tanah dan bangunan, apartemen, barang elektronik, kayu gelondongan, partisi elektronik, partisi kendaraan, generator, dan lain-lain.

Menurutnya, aset tersebut berasal dari 45 wajib pajak pada 30 Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jawa Timur I, II dan III serta dua Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai (KPPBC), di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Timur I.

Lelang tersebut dilaksanakan secara daring melalui situs www.lelang.go.id yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN). Diharapkan seluruh barang yang dilelang, bisa bisa terjual seluruhnya.

“Lelang dilakukan hari ini guna optimalisasi penerimaan negara,” ujarnya.

Dalam kesempatan itu, Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Jawa Timur, Tugas Agus Priyo Waluyo menyatakan bahwa target lelang yang ditetapkan pada 2023 senilai Rp3,8 triliun dan hingga April sudah terealisasi sebesar Rp1,6 triliun.

“Kegiatan lelang serentak dilaksanakan dua kali pada tahun ini. Pertama yang saat ini berjalan, dan selanjutnya pada November 2023,” ujarnya.

Sementara itu, Kepala Kanwil DJP Jatim III Farid Bachtiar menambahkan bahwa penjualan barang sitaan merupakan tindakan penagihan aktif yang dilakukan setelah penyampaian surat teguran, surat paksa dan surat perintah melaksanakan penyitaan.

Hal tersebut sesuai dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa dan PMK-189/PMK.03/2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Pajak atas Jumlah Pajak yang Masih Harus Dibayar.

Sebelum sampai pada tahapan penyitaan, lanjutnya, petugas telah melaksanakan pendekatan persuasif terlebih dahulu. Namun, hingga batas waktu yang ditentukan, wajib pajak yang bersangkutan tidak kunjung melunasi utang pajaknya.

“Tindakan ini diharapkan dapat memberikan efek jera bagi wajib pajak penunggak pajak, dan memerikan edukasi tentang wewenang DJP untuk melakukan penyitaan dan pelelangan atas aset penunggak pajak,” katanya. (bl)

Menkeu Sebut 4 Juta Wajib Pajak Belum Lapor SPT 2023

IKPI, Jakarta: Kementerian Keuangan mengungkapkan, masih ada sekira 4 juta wajib pajak yang harus melaporkan surat pemberitahuan tahunan (SPT) pajak tahun 2022 di sisa tahun 2023 ini.

Hal tersebut tertuang di dalam bahan materi konferensi pers APBN Kita edisi April 2023 yang disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kemarin, dikutip Rabu (23/5/2023).

“Total SPT Tahunan yang disampaikan sepanjang tahun 2022 adalah 17,20 juta SPT. Sehingga dalam sisa tahun 2023 ini diperkirakan masih akan ada sekitar 4 juta SPT yang akan disampaikan oleh wajib pajak,” jelas Sri Mulyani.

Adapun SPT Tahunan PPh yang disampaikan pada tahun 2023 mencapai 13,49 juta SPT atau meningkat 2,89% dibandingkan dengan SPT Tahunan PPh pada 2022 yang sebesar 13,11 juta SPT.

Secara rinci, penyampaian SPT Wajib Pajak Orang Pribadi pada 2023 mencapai 12,5 juta atau meningkat 2,53% dibandingkan dengan jumlah penyampaian SPT Wajib Pajak Orang Pribadi pada 2022 yang sebesar 12,19 juta.

Adapun jumlah penyampaian SPT Wajib Pajak Badan pada 2023 sebesar 0,99 juta atau naik 7,65% dibandingkan dengan jumlah SPT WP Badan pada 2022 yang sebesar 0,92 juta.

Kementerian Keuangan mencatat, penyampaian SPT Tahunan melalui media elektronik mencapai 96,21%. Jumlah ini meningkat dibandingkan dengan catatan sepanjang tahun 2022 yang sebesar 91,08%.

Sementara penyampaian SPT Tahunan secara manual mencapai 3,79%. (bl)

 

 

KPK Selidiki Asal Usul Perusahaan Konsultan Pajak Rafael Alun

IKPI, Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menelisik asal usul perusahaan konsultan pajak yang didirikan oleh eks pejabat Ditjen Pajak Kemenkeu, Rafael Alun Trisambodo. Informasi ini didalami dengan memeriksa tiga orang saksi pada Senin (22/5/2023).

Ketiga saksi itu merupakan pihak swasta. Mereka adalah Oki Hendarsanti, Ujeng Arsatoko, dan Jeffry Amsar. “Para saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan pendirian perusahaan konsultan pajak oleh Tersangka RAT yang digunakan untuk mengondisikan temuan pajak dari para wajib pajak yang bermasalah,” kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri, seperti dikutip dari Republika.co.id, Selasa (23/5/2023).

Ali tak menjelaskan lebih rinci mengenai hasil pemeriksaan tersebut. Namun, keterangan ketiga saksi ini diyakini dapat mengusut tuntas kasus dugaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang tengah menjerat Rafael.

KPK telah menetapkan Rafael Alun sebagai tersangka dugaan TPPU. Dia diduga menyamarkan sejumlah aset miliknya yang berasal dari hasil korupsi.

KPK menduga nilai TPPU yang dilakukan Rafael mencapai puluhan miliar rupiah. Namun, jumlah ini masih dapat bertambah. Sebab, tim penyidik KPK masih terus mengusut dan mengumpulkan bukti-bukti yang dibutuhkan.

Sebelumnya, Rafael Alun telah ditahan atas kasus dugaan gratifikasi. Dia diduga menerima gratifikasi sejak diangkat dalam jabatan selaku Kepala Bidang Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan Pajak pada Kantor Wilayah Dirjen Pajak Jawa Timur I tahun 2011 silam.

Gratifikasi itu dia terima melalui salah satu perusahaan miliknya, yakni PT Artha Mega Ekadhana (AME). Perusahaan ini bergerak dalam bidang jasa konsultansi terkait pembukuan dan perpajakan.

Rafael seringkali merekomendasikan PT AME kepada para wajib pajak yang memiliki permasalahan pajak. Khususnya terkait kewajiban pelaporan pembukuan perpajakan pada negara melalui Ditjen Pajak. Dia diduga menerima gratifikasi sebesar 90 ribu dolar Amerika Serikat melalui perusahaan miliknya itu. (bl)

Menkeu Sebut Penerimaan Pajak Tumbuh Moderat Rp 688,15 Triliun

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengumumkan penerimaan negara dari pajak telah mencapai Rp688,15 triliun hingga April 2023. Meski pertumbuhannya mulai moderat, capaian penerimaan tersebut meningkat sebesar 21,3 persen secara tahunan.

“Penerimaan pajak sampai April mencapai Rp688,15 triliun. Kalau kita lihat semuanya masih tumbuh, meskipun pertumbuhannya mulai moderat,” ujar Sri Mulyani seperti dikutip dari Kemenkeu.go.id, Senin (22/05/2023).

Jumlah tersebut setara 40,05% dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023. Jika dirinci, capaian Pajak Penghasilan (PPh) Non Migas tercatat Rp 410,92 triliun atau 47,04% dari target. Pajak ini tumbuh 20,11% jika dibandingkan dengan periode yang sama di tahun sebelumnya.

Selanjutnya, penerimaan pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) hingga akhir April 2023 tercatat sebesar Rp 239,98 triliun atau 32,30% dari target. Angka capaian ini juga tumbuh 24,91%.

Sementara itu, raihan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan pajak lainnya mencapai Rp4,92 triliun atau 12,30% dari target. Capaian ini juga mengalami pertumbuhan sebesar 102,62%. Demikian juga, PPh Migas tercatat Rp 32,33 triliun atau 52,62%  dari target. Ini juga tumbuh 5,44%.

“Kalau kita lihat pertumbuhan 21,3% itu masih tinggi, tapi tahun lalu itu sudah tumbuh tinggi juga, yaitu 51,4%. Artinya pertumbuhan ekonomi yang mengkontribusikan penerimaan pajak tahun lalu sudah memberikan kontribusi pertumbuhan yang cukup tinggi dan masih bertahan hingga bulan April dengan pertumbuhan 21,3%”, jelas Menkeu.

Pertumbuhan penerimaan pajak yang moderat dipengaruhi oleh sejumlah faktor, antara lain berupa penurunan harga mayoritas komoditas utama dan juga penurunan ekspor dan impor.

Meski penerimaan pajak diwarnai kewaspadaan sejalan dengan volatilitas ekonomi global dan normalisasi basis penerimaan, pemerintah tetap optimis mengingat aktivitas ekonomi domestik masih terus meningkat.

Lebih lanjut, Menkeu menyebut pemerintah akan terus melakukan berbagai langkah pelaksanaan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) dan terus waspada terhadap lingkungan ekonomi yang menunjukkan tanda-tanda pelemahan. (bl)

Penjualan Mobil Listrik Wuling Naik 107 Persen Akibat Insentif Pajak

IKPI, Jakarta: Wuling Motors mencatat lonjakan penjualan jenis mobil listriknya, Wuling Air EV selama April 2023. Kenaikan penjualan itu, menurut perusahaan, didorong oleh program insentif pajak yang diberikan pemerintah dalam upaya migrasi masyarakat menggunaan kendaraan listrik yang bebas emisi.

Direktur Marketing Wuling Motor, Dian Asmahani, mengatakan, laju penjualan Wuling Air EV selama April tercatat tembus 747 unit. Angka penjualan naik 107 persen atau dua kali lipat dari penjualan selama Maret sebanyak 360 unit.

“Kami melihat konsumen merespons dengan baik insentif ini,” kata Dian seperti dikutip dari Republika, Minggu (21/5/2023).

Ia menuturkan, program subsidi lewat diskon Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 1 persen yang dimulai 1 April 2023 diharapkan membawa angin segar bagi industri otomotif. Khususnya sebagai produsen mobil listrik yang tengah menjadi fokus pemerintah.

Diskon pajak itu, lanjut Dian, pun dapat dimanfaatkan konsumen yang ingin memiliki atau bermigrasi kepada kendaraan bertenaga listrik. “Kami berharap kesempatan ini menjadi momen tepat bagi masyarakat untuk dapat memiliki mobil listrik,” ujarnya.

Seperti diketahui, Wuling Motor bersama Hyundai menjadi dua produsen mobil listrik yang masuk dalam program insentif pajak pemerintah. Kedua produsen terpilih karena telah memenuhi syarat Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) kendaraan minimal 40 persen sesuai peraturan.

Namun, belakangan Kepala Staf Presiden sekaligus Ketua Perkumpulan Industri Kendaraan Listrik Indonesia (Periklino), Moeldoko mengakui program subsidi mobil listrik masih berjalan lambat di tengah masyarakat. Pihaknya pun telah melakukan evaluasi tentang perkembangan yang minim atas program subsidi tersebut.

“Sekarang masih berjalan lambat,” kata Moeldoko dalam pembukaan PERIKLINDO Electric Vehicle Show (PEVS) 2023 di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Rabu (17/5/2023) lalu.

Ia mengaku pemerintah mengevaluasi progam subsidi itu lantaran tidak berjalan dengan baik. Dia memperkirakan subsidi lambat bisa disebabkan karena subsidi tidak bisa dinikmati semuanya. Selain itu, pemerintah mencoba merumuskan tentang kemungkinan insentif pajak yang dibayarkan satu bulan sekali agar tidak terlalu membebani dealer.

Kebijakan Pajak 2024 Menyasar Orang Kaya dan Ekonomi Digital

IKPI, Jakarta: Pemerintah mengarahkan kebijakan umum perpajakan tahun 2024 untuk mendukung proses transformasi ekonomi agar dapat melewati berbagai tantangan. Dalam dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) tahun 2024 telah disusun enam kebijakan teknis pajak tahun 2024.

Kebijakan yang pertama dengan menindaklanjuti pelaksanaan reformasi perpajakan UU HPP. Nantinya, pemerintah akan melakukan optimalisasi perluasan bisnis pemajakan.

Kemudian, dilakukan penguatan kegiatan ekstensifikasi pajak dan pengawasan berbasis kewilayahan dalam rangka menjangkau seluruh potensi di tiap wilayah. Ketiga, fokus pada kegiatan perencanaan penerimaan yang lebih terarah dan terukur.

“Fokus kegiatan perencanaan penerimaan yang lebih terarah dan terukur melalui implementasi penyusunan Daftar Sasaran Prioritas Pengamanan Penerimaan Pajak (DSP4); prioritas pengawasan atas WP High Wealth Individual (HWI) beserta WP Group, transaksi afiliasi, dan ekonomi digital,” seperti dikutip dari CNBC Indonesia, Senin (22/5/2023).

Selanjutnya, melakukan optimalisasi implementasi core tax system. Hal ini dengan menekankan pada perbaikan layanan perpajakan, pengelolaan data yang berbasis risiko, dan tindak lanjut kegiatan interoperabilitas data pihak ketiga.

Kelima, akan dilakukan penegakan hukum yang berkeadilan melalui optimalisasi pengungkapan ketidakbenaran perbuatan dan pemanfaatan kegiatan digital forensics. Terakhir yaitu pemberian insentif pajak yang terarah dan terukur untuk mendorong pertumbuhan sektor tertentu serta memudahkan investasi.

Tercatat, penerimaan pajak periode 2019-2022 secara nominal tumbuh rata-rata 8,9% per tahun. Meski, sempat terkontraksi 19,6 persen (yoy) pada 2020 akibat pandemi Covid-19. Beberapa faktor yang mempengaruhi pajak periode 2019-2022 yaitu adanya dampak perang dagang dan gejolak geopolitik di beberapa kawasan dunia serta pandemi Covid-19.

Pemerintah telah menyusun kebijakan umum perpajakan tahun 2024. Hal ini diantaranya mendorong tingkat kepatuhan dan integrasi teknologi dalam sistem perpajakan, memperluas basis perpajakan melalui intensifikasi dan ekstensifikasi, memperkuat sinergi melalui joint program, pemanfaatan data, dan penegakan hukum, menjaga efektivitas implementasi UU HPP, serta insentif perpajakan yang terarah dan terukur untuk mendukung iklim daya saing usaha dan transformasi ekonomi yang lebih tinggi. (bl)

DJP dan Ditjen Dukcapil Kolaborasi Pemanfaatan NIK

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan melanjutkan kolaborasi dengan Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) terkait pemanfaatan nomor induk kependudukan, data kependudukan, dan kartu tanda penduduk elektronik dalam layanan DJP.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Dwi Astuti mengatakan, kerja sama tersebut untuk memperbarui perjanjian kerja sama pada 2018. Sebelumnya, perjanjian tersebut juga telah dilakukan adendum pada 19 Mei 2022.

“Sehubungan dengan telah dekatnya jangka waktu berakhirnya perjanjian tersebut pada 31 Mei 2023 nanti dan melihat besarnya manfaat kerja sama tersebut, Ditjen Pajak dan Dukcapil sepakat untuk melanjutkan kerja sama melalui adendum kedua ini,” ujarnya seperti dikutip dari Republika.co.id, Sabtu (20/5/2023).

Menurutnya, adendum kedua ini bertujuan untuk meningkatkan kemudahan bagi wajib pajak dalam mengakses dan menerima layanan perpajakan melalui integrasi data yang kedua instansi lakukan. Selain itu, adendum ini juga bertujuan untuk terus mengefektifkan fungsi dan peran para pihak guna sinkronisasi, verifikasi, dan validasi dalam rangka pendaftaran dan perubahan data wajib pajak, melengkapi master file wajib pajak, serta mendukung kegiatan ekstensifikasi dan intensifikasi perpajakan melalui pemanfaatan nomor induk kependudukan, data kependudukan, dan KTP elektronik.

Integrasi data kependudukan dan perpajakan juga akan semakin memperkuat upaya penegakan kepatuhan perpajakan karena data kependudukan merupakan data sumber yang digunakan oleh banyak instansi dan lembaga pemerintah maupun non-pemerintah, sehingga dapat meningkatkan efektivitas pengawasan kepatuhan perpajakan. (bl)

Pemerintah Rombak Ulang Rumusan Tukin ASN

IKPI, Jakarta: Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) bersama Kementerian Keuangan tengah membahas perombakan tunjangan kinerja (tukin) aparatur sipil negara (ASN). Skema akan dibuat menjadi lebih adil bagi setiap birokrat.

Menteri PANRB Abdullah Azwar Anas mengatakan, rumusan ini berlaku untuk setiap pegawai di berbagai institusi pemerintahan, baik di pusat dan daerah. Maka, aturannya ditargetkan berlaku tahun depan.

“Kita bicara tadi per orang, karena ini kan misalnya ada daerah yang tukin nya X misalnya, ternyata dapat X semua ini, padahal mestinya yang kerja sama enggak kerja mestinya beda dong. Kalau enggak ada diferensiasi nanti semangatnya mesti berkurang, nah ini yang sedang kita rumusin, kerja keras,” ujar Anas seperti dikutip dari CNBC Indonesia, Jumat (19/5/2023).

Bagaimana dengan Ditjen Pajak?

Kebijakan ini berlaku kepada semua, tak terkecuali terhadap institusi yang selama ini dianggap masyarakat memiliki besaran tukin tertinggi diantara kementerian atau lembaga lainnya, yaitu Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan.

Tukin terendah di DJP ditetapkan sebesar Rp 5.361.800 untuk level jabatan pelaksana dan tertinggi sebesar Rp 117.375.000 untuk level eselon I atau Direktur Jenderal Pajak. Ini di luar Gaji pokok PNS ditetapkan sebesar Rp 1.560.800 untuk masa jabatan terendah hingga Rp 5.901.200 untuk masa jabatan tertinggi.

“Ini sedang kita hitung bahwa ke depan mereka yang berkinerja lebih baik dapat tunjangan kinerja lebih bagus tentunya, tapi mereka yang tidak berkinerja tentu tunjangannya tidak sama. Karena sekarang dipukul rata, tunjangan kinerja menjadi hak, ya kinerjanya begitu-begitu saja,” ujarnya.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pun secara spesifik pernah mengatakan bahwa tukin di DJP yang dianggap ketinggian tengah dievaluasi olehnya bersama Anas. Ini dia ungkapkan saat rapat dengan DPR beberapa bulan lalu.

“Memang kami dengan Menteri PANRB sedang melakukan berbagai evaluasi dan juga ada beberpaa program desain yang dibuat Menteri PANRB. Kami sekarang sedang sama-sama Menteri PANRB bahas terkait tukin itu,” ungkap Sri Mulyani pada Senin (27/3/2023)

Pernyataan ini Sri Mulyani lontarkan saat merespons cecaran anggota DPR di Komisi XI terkait tukin DJP. Rentetan kasus yang melanda para pegawai di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terkait harta jumbo, gaya hidup mewah, hingga pamer harta membuat para anggota DPR geram.

Salah satu anggota DPR yang menyuarakan hal ini adalah Anggota Komisi XI dari Fraksi Demokrat Vera Febyanthy. Ia mengungkapkan, kasus-kasus itu yang kini dialami Rafael Alun Trisambodo, eks pejabat eselon 3 di DJP dan tengah diperiksa KPK seperti kotak pandora bahwa tunjangan kinerja di DJP ketinggian.

“Apakah menjadi kontak pandora atas kejanggalan jumlah harta kekayaan pribadi dan perilaku yang hedonis dikalangan DJP Kemenkeu. Berdasarkan fakta remunerasi di Kemenkeu, Perpres 37 Tahun 2015 tunjangan DJp paling rendah Rp 5,3 juta, tertinggi Rp 117,3 juta,” kata Vera dihadapan Sri Mulyani.

Menurut Vera, tukin yang diperoleh para pegawai DJP itu sangat timpang dengan pegawai negeri sipil (PNS) di kementerian atau lembaga lain. Misalnya seperti PNS di lingkungan DPR yang paling rendah hanya mendapat Rp 1,56 juta dan tetinggi Rp 19 juta. Padahal total PNS nya hanya 3000 orang sednagkan PNS di DJP sebanyak 44,6 ribu.

Demikian juga tukin para PNS di Kementerian Agama, yang menurut Vera sesuai Pepres 130 Tahun 2018, paling terendah hanya mendapat Rp 1,97 juta dan tertinggi Rp 29 juta. Ini kata Vera sangat tidak adil sehingga ketika muncul kasus flexing di para pegawai DJP dan pegawai Kementerian Keuangan lain membuat kecemburuan sosial di antara kalangan pegawai kementerian atau lembaga lain.

“Apa ini bisa ibu perbaiki, tentu harapan di tangan ibu. Kami harap dengan tukin yang diberikan ibu menkeu periode lalu 2005 ibu reformasi, setelah kasus Gayus mencapai 100%, bahkan berturut-turur terjadi peningkatan tukin PNS di Kemenkeu sudah berkali-kali, sudah berapa ratus kalilipat perubahan, apa ini masih kurang?” tuturnya.

Oleh sebab itu, Anggota Komisi XI dari Fraksi Gerindra, Heri Gunawan turut meminta kepada Sri Mulyani supaya tunjangan kinerja yang dinikmati PNS di Kementerian Keuangan, khususnya di Direktorat Jenderal Pajak, perlu dievaluasi dan disetarakan saja dengan para PNS di lingkungan kementerian atau lembaga lainnya.

“Perlu ada peninjauan tunjangan remunerasi di seluruh K/L yang ada supaya ada pemerataan dan keadilan sehingga spendingnya tidak terlalu jauh,” tegas Heri pada kesempatan yang sama. (bl)

BRIN Siapkan Skema Keringanan Pajak untuk Lembaga Riset Terdaftar di SeBaRis

IKPI, Jakarta: Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyiapkan berbagai skema fasilitasi baik pendanaan, infrastruktur, mobilitas sumber daya manusia hingga keringanan pajak bagi lembaga riset yang terdaftar dalam Sistem Registrasi Lembaga Riset (SeBaRis). Deputi Fasilitasi Riset dan Inovasi BRIN, Agus Haryono mengajak agar lembaga riset non-pemerintah untuk segera mendaftarkan agar dapat mendapatkan akses fasilitasi yang disediakan BRIN.

Kami harap agar seluruh lembaga riset di Indonesia dapat teregistrasi melalui aplikasi SeBaRis yang dikembangkan oleh BRIN, sesuai dengan UU Sisnas Iptek yang mengamanatkan wajib serah dan wajib simpan,” kata Agus seperti dikutip dari Brin.go.id, dalam Kick Off dan Talkshow Sistem Registrasi Lembaga Riset (SeBaRis) di Auditorium Gedung BJ Habibie, Jakarta, Selasa (16/5/2023).

Dijelaskan Agus, SeBaris merupakan kegiatan registrasi lembaga riset di luar BRIN untuk memperoleh nomor identitas lembaga yang bertujuan untuk mengetahui jumlah, sebaran, dan kompetensi serta kualitas lembaga riset. Dengan adanya registrasi lembaga riset, pihaknya dapat mengetahui potensi riset dan inovasi nasional, baik dari sisi infrastruktur, sumber daya manusia, dan juga pendanaan.

Dengan data-data tersebut, BRIN dapat mengarahkan utilisasi dan program fasilitasi BRIN untuk melengkapi kebutuhan lembaga-lembaga riset. Tentunya kami juga akan berpegang teguh pada prinsip kerahasiaan dan keamanan data,” tandasnya.

Agus mengatakan bahwa pendaftaran SeBaRis dapat diakses secara online. Sehingga bisa dilakukan di mana dan kapan saja, melalui https://sebaris.brin.go.id. Penggunaan aplikasi sebaris juga sangat simple dan mudah. Hal ini karena tidak banyak form yang harus diisi. Ada dua form yang harus diisi dalam aplikasi sebaris. Pertama berisikan profile lembaga riset. Kedua, data mengenai belanja/biaya riset dan juga sumber daya manusianya,” jelasnya.

Hadirnya aplikasi SeBaRis, lanjut Agus, menjadi support dari pemerintah untuk mendorong peranan lembaga riset non-pemerintah dalam pembangunan riset dan inovasi nasional. Di samping itu, memungkinkan kolaborasi kelompok riset dengan industri dan perguruan tinggi.

Lebih jauh, Agus menyebutkan kemajuan industri nasional harus ditunjang oleh kemandirian riset dan inovasi. Oleh kaena itu, BRIN memasukkan industri dan perguruan tinggi ke dalam rencana nasional memajukan riset dan inovasi.

“Dunia industri tidak hanya bertindak selaku konsumen dari inovasi teknologi, akan tetapi lebih dari itu, juga diharapkan dapat berperan serta menciptakan inovasi.  Di sisi lain, kita juga beruntung memiliki perguruan tinggi yang secara terus menerus menghasilkan tenaga ahli riset dan teknologi,” pungkasnya. (bl)

id_ID