Menkeu Ungkap Dua Orang Miliki Transaksi Triliunan Rupiah

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengungkapkan dua orang berinisial SB dan DY yang memiliki transaksi jumbo hingga triliunan rupiah pada periode 2017-2019, sebelum pandemi covid.

Hal tersebut ia ketahui dari temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang dikirimkan kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu) agar meneliti dari sisi pajaknya.

“Satu, figurnya pake inisial SB. Ini di dalam data PPATK disebutkan omzetnya mencapai Rp8,247 triliun. Data dari SPT pajak adalah Rp9,68 triliun, lebih besar di pajak daripada yang diberikan oleh PPATK,” kata Sri Mulyani seperti dikutip dari CNNIndonesia.com, Senin (20/3/2023).

Ia menuturkan SB memiliki saham di PT BSI yang transaksinya menurut PPATK sebesar Rp11,77 triliun, tetapi dalam laporan SPT menunjukkan nilai yang lebih sedikit selama 2017-2019.

“Di SPT pajaknya Rp11,56 triliun, jadi perbedaannya Rp212 miliar, itu pun tetap dikejar. Dan kalau memang buktinya nyata, maka si perusahaan itu harus membayar plus denda 100 persen,” ujarnya.

Perusahaan lainnya adalah PT IKS selama periode 2018-2019.PPATK menunjukkan transaksinya mencapai Rp4,8 triliun sementara SPT perusahaan tersebut dilaporkan Rp3,5 triliun.

Sri juga mencontohkan nama lain yang memiliki transaksi jumbo, yakni inisial DY. Orang tersebut melapor dalam SPT yang dilaporkan hanya Rp38 miliar, sementara itu temuan PPATK menunjukkan nilai transaksinya sebesar Rp8 triliun.

“Nah, perbedaan data ini yang kemudian dipakai oleh Direktorat Jenderal Pajak memanggil kepada yang bersangkutan. Muncul modus bahwa tadi SB menggunakan tadi nomor account-ya 5 orang yang merupakan karyawannya,” imbuhnya.

“Termasuk kalau kita bicara tentang transaksi ini adalah transaksi money changers, jadi anda bisa bayangkan money changers cash in, cash out orang,” terangnya.(bl)

 

Menkeu: Capaian Kinerja APBN Februari 2023 Sangat Baik

IKPI, Jakarta: Capaian kinerja APBN Februari 2023 sangat baik dengan realisasi yang memberikan berbagai manfaat untuk masyarakat Indonesia. Meski demikian, APBN 2023 dijaga untuk terus waspada dalam mengantisipasi berbagai tantangan dan ketidakpastian sepanjang tahun 2023.. Hal ini terungkap dalam Konferensi Pers APBN Kinerja dan Fakta (KiTa), Selasa (14/03/2023), di Kantor Pusat Kementerian Keuangan.

Kinerja APBN hingga Februari 2023 mencatatkan surplus yang didukung kinerja pendapatan yang masih kuat dan tren belanja yang positif.

“Pendapatan negara kita sampai dengan akhir Februari terkumpul Rp419,6 T. Ini artinya 17% dari target penerimaan atau pendapatan negara sudah dikumpulkan pada dua bulan pertama yaitu Januari dan Februari. Pertumbuhan dari pendapatan negara adalah 38,7% year on year, yaitu terdiri dari pajak, bea cukai, dan penerimaan negara bukan pajak,” kata Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati seperti dikutip dari kemenkeu.go.id.

Ekonomi yang semakin pulih, aktivitas masyarakat yang meningkat, dan kontribusi implementasi UU HPP terlihat dari penerimaan pajak yang tumbuh baik dan positif. Penerimaan pajak mencapai Rp279,98 triliun, tumbuh 40,35% (yoy) dan mencapai 16,30% dari target APBN 2023.

Kenaikan yang signifikan juga terlihat dari sisi PNBP yang mencapai Rp 86,4 triliun (86,6% yoy), mencapai 19,6% dari target APBN. Sementara itu penerimaan Kepabeanan dan Cukai mengalami sedikit penurunan namun tetap on-track dengan Rp53,27 triliun, atau 17,57% dari APBN pada Februari 2023.

Di Februari 2023, realisasi Belanja Pemerintah Pusat adalah Rp182,6 triliun, 8,1% dari APBN. Anggaran untuk bidang kesehatan, ketahanan pangan, dan perlindungan sosial masih menjadi belanja prioritas yang terus dijaga. Sementara itu, untuk belanja TKDD hingga akhir Februari 2023 terealisasi sebesar Rp105,2 triliun, 12,9% dari APBN.

“Kenaikan belanja negara 1,8% (yoy) ini juga kita harapkan akan mendukung perekonomian kita,” sambung Menkeu.

Dari sisi pembiayaan, realisasi sebesar Rp186,9 triliun dengan pembiayaan utang melalui SBN dan pinjaman on track sesuai strategi pembiayaan tahun 2023. Pembiayaan APBN tetap mengedepankan prinsip prudent, fleksibel, dan akuntabel.

Secara keseluruhan, postur APBN menunjukkan kondisi surplus Rp131,8 triliun atau 0,63% PDB. Ini adalah kondisi yang positif sampai bulan kedua tahun 2023. Kinerja APBN Februari 2023 mencerminkan situasi Indonesia yang terus optimis namun waspada untuk menghadapi prospek perekonomian 2023.

“Jadi inilah kondisi APBN hingga Februari 2023 yang kondisinya jauh lebih kuat dari Februari tahun lalu yang bisa dilihat dari posturnya dan juga dari sisi penerimaan maupun belanja,” lanjut Menkeu.

Dalam kesimpulannya, Menkeu mengatakan bahwa ekonomi global masih perlu diwaspadai karena hal ini memberikan adanya ketidakpastian yang sulit sekali polanya untuk ditebak. Perekonomian domestik diprediksi masih akan tetap membaik pada kuartal I dari sisi pertumbuhan ekonomi yang didukung oleh data penerimaan negara yang terus membaik.

“APBN akan tetap menjadi instrumen yang kita jaga untuk menjaga seluruh masyarakat Indonesia dari shock yang mungkin akan terjadi entah karena (efek dari) perang (Rusia-Ukraina), entah karena harga energi, entah karena harga pangan, dan entah karena berbagai shock yang terjadi akibat ekonomi global harus kita antisipasi, dan oleh karena itu APBN akan terus responsif dan fleksibel,” tegas Menkeu. (bl)

Pakar Sebut Penegakan Hukum dan Pendekatan Budaya Bisa Pulihkan Nama Baik DJP

IKPI, Jakarta: Para pakar kebijakan publik dari Universitas Paramadina buka suara ihwal permasalahan yang hingga kini meliputi Ditektorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, yakni dugaan kasus korupsi ataupun tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Kasus terbaru yang menjadi sorotan masyarakat luas adalah harta jumbo Rafael Alun Trisambodo (RAT) yang merupakan pejabat eselon III di Direktorat Jenderal Pajak. Ia telah dicopot oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan dipecat sebagai ASN. RAT disebut-sebut berperilaku serupa Angin Prayitno hingga Gayus Tambunan.

Direktur Eksekutif Paramadina Public Policy Institute Ahmad Khoirul Umam menjelaskan, persoalan yang berulang kali terjadi di instansi tersebut disebabkan proses reformasi birokrasi atau upaya menghadirkan tata kelola yang baik berhenti hanya sampai pada pemberian pendapatan yang tinggi terhadap pegawai dan pejabatnya.

“Di banyak negara berkembang yang mengadopsi konsep good governance seringkali memang lebih banyak berhenti pada proses remunerasi. Minim inovasi dan minim aspek pengawasan,” ujarnya seperti dikutip dari CNBC Indonesia, Kamis (16/3/2023)

Di sejumlah negara berkembang, seperti di Afrika, Latin Amerika, dan Asia, pada umumnya reformasi birokrasi kata dia tidak efektif karena fokusnya adalah hanya pada urusan remunerasi dan kerja-kerja adminstratif. Reformasi ini tidak masuk secara substantif terhadap perilaku para elit dan pengawasan di dalamnya.

Oleh sebab itu, ia berpendapat, kunci reformasi birokrasi itu sebenarnya ada pada sumber daya manusianya, birokratnya dan bukan pada infrastruktur dasar dari birokrasi itu sendiri, baik yang dikembangkan secara digital atau tidak. Proses ini harus dilaksanakan mulai dari saat seleksi mereka sebagai abdi negara.

Pakar Kebijakan Publik Universitas Paramadina Wijayanto Samirin menambahkan, sebetulnya solusi standar pada situasi seperti itu tidak hanya pemberian insentif atau remunerasi melainkan juga terkait pada konsistensi penegakan hukum, dan pendekatan budaya.

“Pendekatan insentif sudah dicoba tapi ternyata tidak cukup. Para petugas pajak, bea cukai, keuangan incomenya telah lebih tinggi dari ASN lainnya. Tunjangan Kinerja para petugas telah di atas 100 %. Kementerian lain masih 70%,” ujarnya.

Di sisi lain, ia melanjutkan, Kementerian Keuangan sendiri seharusnya tidak berperilaku defensif saat terjadi kasus seperti ini, melainkan cepat kolaborasi dengan para pihak, seperti aparat penegak hukum. Karena penindakan itu di luar kapasitas dari para pegawai Kemenkeu.

“Sayangnya, Kemenkeu menerima situasi itu dengan sangat defensif. Seharusnya hal-hal itu direspons lanjut dengan kolaborasi dengan para pihak. Karena permasalahan indikasi korupsi di Pajak/Kemenkeu jelas di atas kapasitas para pengelola Keuangan negara,” tutur Wijayanto. (bl)

Pemerintah Harap Kepatuhan Wajib Pajak Tetap Terjaga

IKPI, Jakarta: Pemerintah melalui Kantor Staf Presiden (KS) berharap kepercayaan dan kepatuhan wajib pajak terus terjaga guna memberikan dampak positif bagi penerimaan negara dari pajak.

“Kita berharap kepercayaan tersebut bisa terus dijaga sehingga pada gilirannya hal itu memberikan dampak positif terhadap penerimaan negara dari pajak,” kata Deputi III KSP Edy Priyono seperti dikutip dari Antaranews.com, Jumat (17/3/2023).

Edy menyampaikan di tengah sorotan publik kepada aparat perpajakan, wajib pajak masih memiliki kepercayaan dan kepatuhan untuk melaporkan pembayaran pajak dan hartanya melalui Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak.

Hal itu terbukti dari jumlah pelaporan SPT Pajak yang terus mengalami peningkatan.

Melansir keterangan Kementerian Keuangan, sampai dengan tanggal 13 Maret 2023 sudah ada 7,1 juta SPT yang dilaporkan wajib pajak orang pribadi dan badan.

Edy mengatakan jumlah tersebut mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2022.

Menurutnya, peningkatan pelaporan SPT Pajak tersebut merupakan indikasi positif karena mencerminkan kepercayaan serta kepatuhan wajib pajak.

Deputi Bidang Perekonomian KSP tersebut menekankan pada era sekarang penerimaan negara dari pajak memegang peranan yang jauh lebih penting dibandingkan masa lalu, di mana pada masa lalu penerimaan negara didominasi pendapatan nonpajak, yakni khususnya penerimaan dari migas yang terbukti rentan ketika terjadi gejolak harga dunia.

Untuk itu, dia menegaskan penerimaan pajak dan rasio pajak harus bisa terus meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi.

“Ini sangat penting untuk menjaga kesehatan negara khususnya untuk mengurangi beban utang,” jelasnya. (bl)

Korpri Usulkan Gaji Guru Setara Pegawai Pajak

IKPI, Jakarta: Ketua Umum Dewan Pengurus Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri) Nasional Zudan Arif Fakrulloh mengusulkan gaji guru dinaikkan setara dengan pegawai pajak. Sebab, sistem penggajian ASN kini masih timpang hingga menimbulkan kecemburuan.

“Guru itu risikonya tinggi. Kalau guru gagal mengajar, bangsa kita ini, generasi besok akan rusak. Jangan hanya materialistik lah sifatnya. Lihatlah masa depan bangsa ini tergantung guru, salah satunya ya. Kalau gurunya enggak sejahtera, mau ngajar susah, pasti mikir mencukupi hidupnya dulu. Kalau duitnya Indonesia itu cukup, gajinya (pegawai) pajak sudah tinggi, ya ini dinaikkan saja. Yang risikonya dianggap sama, disetarakan,” kata Zudan seperti dikutip dari Detik.com, Rabu (16/3/2023).

“Atau kalah Kemenkeu tetap, kemudian negara tidak punya duit, yang risikonya tinggi, guru, perawat, dokter, bidan, TNI, polri, yang risikonya menyabung nyawa ini, guru risikonya kalau enggak bagus ngajarnya masa depan bangsa akan terganggu karena kualitas pengajaran akan jadi rendah. Dosen guru kalau ngajarnya seadanya ya bangsa kita jadi seadanya,” lanjut Zudan.

Zudan lantas menilai idealnya gaji seorang guru sama dengan pegawai pajak. Menurutnya guru memiliki risiko yang sama dengan pekerjaan lain, terlebih menyangkut dengan masa depan bangsa.

“Sama karena risikonya sama ini. Guru itu harus kita muliakan, gaji tinggi. Enggak usah pusing-pusing yang penting mengajar yang baik. Pendidikan kita bisa bagus. Sekolah boleh jelek, tapi kualitas gurunya bagus. Kalau gurunya enggak mengajar bagus, diawasi. Kalau enggak ngajar bagus, coret, pecat, turunkan jadi tenaga tata usaha. Tentu ekosistemnya harus dibangun ya,” ucapnya.

Zudan mengusulkan pembentukan gugus tugas untuk membahas sistem penggajian ASN yang sangat timpang. Dia menyebut perlu adanya reformasi total soal sistem tersebut.

“Bentuk gugus tugas saja. Gugus tugas penggajian yang rapat rutin. KASN, Korpri, Menpan-RB, BKN, undang para ahli memetakan itu semua. Ini harus direformasi total sistem penggajian ini. Enggak bisa seperti ini, terlalu tinggi ketimpangannya. Nanti mutasi pegawai jadi susah. Enggak ada orang pajak mau pindah ke Kemendagri. Harusnya bisa,” ujarnya. (bl)

 

 

 

 

 

DJP Jalankan Sistem Administrasi Perpajakan Canggih di 2024

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tengah mempersiapkan pembaruan sistem inti administrasi perpajakan (PSIAP) alias core tax administration system (CTAS). Sistem canggih ini ditargetkan rampung akhir tahun ini dan dapat dijalankan penuh pada 1 Januari 2024.

Staf Ahli menteri Keuangan Bidang Peraturan dan Penegakan Hukum Pajak Iwan Djuniardi mengungkapkan bahwa pengembangan core tax saat ini telah masuk dalam pengembangan akhir.

Rencananya pada April 2023 akan dilakukan uji coba integrasi sistem atau system integration testing (SIT), yang terdiri dari 21 bisnis proses yang akan disatukan dalam satu sistem yang sama, sehingga terhubung satu sama lain.

Adapun, 21 proses bisnis pelayanan pajak dari manual menjadi otomatis berbasis teknologi. Otomasi proses bisnis tersebut a.l. pengelolaan Surat Pemberitahuan (SPT), document management system (DMS), layanan wajib pajak, layanan penilaian, pengawasan, ekstensifikasi, penagihan pajak, penyidikan, keberatan hingga banding.

Iwan melanjutkan setelah dilakukan SIT, akan dilakukan tes penerimaan pengguna atau user acceptance test (UAT).

“Kita lakukan UAT itu mungkin di Juli-Agustus. Lalu setelah UAT selesai, kita siapkan di November OAT atau operation acceptance test. Sambil tes-tes tersebut, kita lakukan testing,” kata Iwan seperti dikutip dari CNBC Indonesia, Selasa (14/3/2023).

Iwan mengatakan sambil melakukan uji coba tersebut, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) disaat bersamaan juga melakukan persiapan untuk bisa diimplementasikan pada tahun depan.

DJP telah membentuk satu tim untuk mempersiapkan core tax, yang akan dilakukan dalam lima tahap, mulai dari stream, deployment streamline, regulasi, supporting hingga readiness.

“Deployment apa yang harus kita siapkan dari sisi aplikasi, surrounding systemnya, kemudian SDM end user sistemnya, regulasinya juga disiapkan, kemudian supporting kalo sudah deploy bagaimana supportingnya, termasuk kesiapan pelatihannya,” tegas Iwan. (bl)

 

 

 

 

BBNKB dan Pajak Progresif Rencana Dihapus, Polri: Untuk Memudahkan Masyarakat

IKPI, Jakarta: Korlantas Polri mengusulkan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) II serta pajak progresif dihapus. Hal ini dinilai akan lebih memudahkan masyarakat mengurus surat-surat kepemilikan kendaraan.

Kakorlantas Irjen Firman Santyabudi mengatakan dengan kemudahan tersebut masyarakat diharapkan dapat lebih taat membayar pajak kendaraan bermotor setiap tahun.

“Pengurangan beban dari BBNKB II bahkan penghapusan pajak progresif ini akan memudahkan masyarakat. Jadi masyarakat tidak perlu ragu-ragu, setiap pindah, balik nama lapor, toh nol biayanya,” kata Firman dalam video yang diunggah NTMC Polri di Youtube, Rabu (14/3/2023).

Menurut Firman penghapusan BBNKB untuk kendaraan bekas akan memudahkan masyarakat untuk langsung balik nama kendaraan tersebut. Hal ini juga akan membuat data kendaraan menjadi lebih valid.

“Di satu sisi, negara berkepentingan terhadap data ranmor ini. Banyak yang bisa kita pakai dengan adanya tertib data,” ujar dia.

Direktur Registrasi dan Identifikasi (Dirregident) Korlantas Polri Brigjen Yusri Yunus mengatakan penghapusan pajak progresif ini juga diharapkan agar masyarakat tidak lagi mengandalkan pemutihan sebagai solusi agar terbebas dari biaya pajak yang membengkak.

“Makanya kita mengharapkan progresif, sudahlah dihilangkan saja supaya valid,” ungkap Yusri.

Menurut Yusri hal ini akan memudahkan pendataan kendaraan bermotor di Indonesia. Pasalnya, data kendaraan di tiga instansi yang mengurus pajak berbeda.

Data kepolisian menyebutkan saat ini ada sekitar 150 juta kendaraan bermotor di Indonesia, sementara data di Kemendagri 122 juta kendaraan, dan data Jasa Raharja ada 113 juta kendaraan.

“Tinggal datanya valid single data terjadi datanya Dispenda, Jasa Raharja, polisi semuanya sama jelas ya. Ini yang kita harapkan, makanya kami ingatkan udahlah enggak usah pakai pemutihan itu bukan hal yang bagus,” pungkasnya. (bl)

 

 

Menkeu Sebut Penerimaan Pajak Awal 2023 Tumbuh 40,35%

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, penerimaan pajak sampai dengan Februari 2023 masih sangat kuat dengan realisasinya Rp279,98 triliun atau 16,3% dari target APBN 2023, tumbuh 40,35%. Jumlah ini berasal dari PPh Non Migas sebesar Rp137,09 triliun, PPN dan PPnBM sebesar Rp128,27 triliun, PBB dan pajak lainnya sebesar Rp1,95 triliun, dan PPh Migas sebesar Rp12,67 triliun.

Dikutip dari Kemenkeu.go.id, kinerja penerimaan pajak yang sangat baik pada dua bulan pertama tahun 2023 ini dipengaruhi oleh harga komoditas yang masih lebih tinggi dibandingkan Januari-Februari 2022, aktivitas ekonomi yang terus membaik, dan dampak dari implementasi Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

“Ketiganya adalah yang memberikan pertumbuhan penerimaan pajak yang sangat baik. Kita tentu tetap waspada meskipun sampai dengan Februari ini sangat bagus karena tadi situasi dunia tidak dalam kondisi yang stabil dan baik. Jadi kita harus mewaspadai,” ungkap Menkeu pada Konferensi Pers APBN Kita di Aula Djuanda Kementerian Keuangan Jakarta, Selasa (14/03/2023).

Pertumbuhan Neto untuk Jenis Pajak dominan positif. PPh 21 masih kuat didukung utilisasi dan upah tenaga kerja yang menunjukkan kemampuan perusahaan memberikan tambahan pendapatan kepada pekerjanya dengan pertumbuhan penerimaannya 21,4%. PPh OP meningkat 22,3% disebabkan pembayaran PPh Tahunan. PPh Badan tumbuh 33,8% ditopang tingginya pertumbuhan setoran masa terutama Jasa Keuangan dan Asuransi. PPN dalam negeri tumbuh baik seiring dengan peningkatan konsumsi dalam negeri dan implementasi UU HPP.

Sementara itu, PPh Final terkontraksi pada bulan Februari karena adanya kebijakan Program Pengungkapan Sukarela pada tahun lalu yang tidak terulang kembali pada tahun ini, serta PPh 22 dan PPN impor melambat pada bulan Februari sejalan dengan aktivitas impor yang menurun dibandingkan Januari.

Selain itu, pertumbuhan neto untuk seluruh sektor utama juga tumbuh positif. Sektor industri pengolahan tumbuh dengan kontribusi terbesar dari industri kendaraan bermotor dan pengilangan minyak bumi. Sektor perdagangan tumbuh dengan kontribusi terbesar perdagangan mesin, peralatan, dan perlengkapan lainnya. Sektor jasa keuangan tumbuh kuat didorong peningkatan suku bunga dan penyaluran kredit perbankan. Sektor pertambangan berkinerja baik karena masih terjaganya harga komoditas terutama batu bara.

Sektor konstruksi dan real estat mengalami pertumbuhan lonjakan yang tinggi sebesar 37,5% yang menggambarkan kegiatan yang punya multiplier efek paling besar dari sisi penciptaan kesempatan kerja. Sektor transportasi dan pergudangan dengan kegiatan masyarakat yang mulai menggeliat, lonjakannya sangat tinggi mencapai 60,5%.

“Jadi ini sektor yang tadinya kena scarring effect, sekarang menggeliat pulih luar biasa,” pungkas Menkeu. (bl)

Presiden Jokowi Miris Uang Pajak Dibelikan Produk Impor

IKPI, Jakarta: Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengaku miris selama ini uang APBN masih banyak yang dibelikan produk impor oleh kementerian dan lembaga, baik di pusat maupun daerah. Padahal uang penerimaan APBN selama ini juga diperoleh dari uang rakyat lewat pungutan pajak.

Selain uang pajak dari masyarakat, APBN juga didapatkan dari royalti tambang sampai dividen BUMN. Menurut Jokowi, untuk mengumpulkan penerimaan sebanyak itu sangatlah sulit. Namun mirisnya, uang-uang penerimaan negara justru malah dibelikan produk impor.

“APBN itu uangnya, penerimaan, dan pendapatan didapatkan dari pajak, dari rakyat. Kemudian, dari dividen yang kita miliki dari BUMN, royalti tambang, dan penerimaan bukan pajak yang didapatkan. Dikumpulkan sangat sulit tidak mudah,” ungkap Jokowi seperti dikutip dari Detik Finance dalam dalam acara Business Matching Produk Dalam Negeri, di Istora Senayan, Jakarta Selatan, Rabu (15/3/2023).

“Kemudian itu semua mau kita belikan produk impor? Kemudian kita belikan produk buatan luar negeri,” tegasnya.

Jokowi juga mengaku sangat kaget karena pembelian produk impor dengan APBN masih sangat banyak di Indonesia. Jokowi pun ingin meluruskan hal tersebut.

“Ini yang saya selaku omongkan. Awal awal saya kaget saya buka banyak sekali pembelian produk impor, padahal sumber pembeliannya uang APBN. Ini yang ingin kita luruskan,” ujar Jokowi.

Dia mengatakan saat ini semua kementerian dan lembaga, pemerintah daerah, maupun BUMN-BUMD diwajibkan menggunakan 95% anggaran pengadaan barang dan jasanya untuk membeli produk dalam negeri.

“Targetnya 95%, 95% dari pagu anggaran barang dan jasa itu harus dibelikan produk dalam negeri. Kalau bisa ini dilakukan industri dalam negeri, industri UMKM akan hidup dan berkembang,” kata Jokowi. (bl)

 

 

DJP Minta Dukungan NU Dalam Pengumpulan Pajak

IKPI, Jakarta: Pimpinan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jatim I Surabaya dan Jawa Timur III Malang berkunjung ke Kantor Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur, imbas seruan boikot bayar pajak yang disampaikan mantan Ketum PBNU Said Aqil Siradj beberapa waktu lalu.

Kepala Kantor DJP Jatim I John Liberty Hutagaol menyebut silaturahmi ini selain untuk memperkenalkan diri, juga sebagai permohonan dukungan PWNU terhadap tugas DJP Jatim dalam mengumpulkan penerimaan negara dari perpajakan.

“Kami juga mengucapkan terima kasih atas partisipasi ulama selama ini dalam memberikan siraman rohani kepada para pegawai di kantor kami, baik melalui salat Jumat, pengajian dan kegiatan kerohanian lainnya,” kata John seperti dikutip dari CNN Indonesia, Selasa (14/3/2023).

John menjelaskan secara nasional target pajak mencapai Rp1.718 triliun, sementara khusus di Jawa Timur mencapai Rp9,1 triliun.

Ia mengajak PWNU melakukan sosialisasi dan edukasi pajak kepada warga NU karena pajak digunakan negara membiayai berbagai program pembangunan, seperti pendidikan, kesehatan, infrastruktur dan program sosial lainnya.

Penerimaan pajak, imbuh John, menopang 70 persen pendapatan negara. Karena itu membayar pajak adalah bentuk partisipasi masyarakat dalam pembangunan bangsa dan keberlanjutannya sehingga bagian dari ikhtiar dari bela negara.

“Dengan keuangan negara yang kuat maka pertumbuhan ekonomi juga kuat, sehingga ada multiplier effect bagi kesejahteraan masyarakat,” sebut John.

John lantas menyampaikan tahun ini pemerintah akan mengalokasikan anggaran Rp250 miliar untuk peningkatan kualitas SDM pesantren, yang disiapkan melalui skema dana abadi pesantren yang bersumber dari dana abadi pendidikan.

“Anggaran ini sepenuhnya akan dialokasikan untuk pembiayaan beasiswa gelar atau non gelar bagi kalangan pesantren, untuk jenjang S1, S2, dan S3, baik di dalam maupun di luar negeri,” ucapnya.

DJP Jatim I juga menawarkan kerja sama sosialisasi, pelatihan dan konsultasi perpajakan, serta bimbingan juga pelatihan kepemimpinan bagi pengurus, lembaga, pengusaha, serta organisasi pelajar, mahasiswa hingga badan otonom di lingkungan NU. (bl)

 

id_ID