Mengintip Daftar Negara dengan Tarif Pajak Tertinggi di Dunia

IKPI, Jakarta: Pajak merupakan nadi pembangunan. Dari sinilah negara membiayai rumah sakit, pendidikan, infrastruktur, hingga perlindungan sosial bagi masyarakat. Tapi tahukah Anda bahwa besaran tarif pajak di setiap negara sangat bervariasi?

Beberapa negara memilih tarif rendah demi menarik investasi asing, sementara lainnya menetapkan tarif tinggi demi menjamin kesejahteraan sosial warganya. Menariknya, negara-negara dengan tarif pajak tertinggi justru kerap menjadi contoh sukses dalam penyelenggaraan layanan publik yang efisien dan merata.

Dilansir dari berbagai sumber, berikut daftar delapan negara dengan tarif pajak tertinggi di dunia pada 2024–2025:

1. Pantai Gading – 60%

Negara Afrika Barat ini memegang rekor tarif pajak penghasilan individu tertinggi di dunia, yakni 60%. Meski tergolong negara berkembang, Pantai Gading memanfaatkan pajak sebagai instrumen pembangunan—memperluas listrik desa, memperbaiki jalan, hingga mendanai layanan kesehatan. Pemerintahnya terus berbenah untuk memastikan bahwa setiap rupiah dari pajak benar-benar kembali ke rakyat.

2. Finlandia – 56,95%

Negara Nordik ini menjadi simbol keberhasilan negara kesejahteraan. Warga Finlandia menikmati pendidikan gratis hingga universitas, layanan kesehatan tanpa biaya langsung, serta jaminan sosial komprehensif. Tingginya tarif pajak justru dipandang sebagai investasi bersama demi menciptakan masyarakat yang setara dan aman secara ekonomi.

3. Jepang – 55,95%

Menghadapi penuaan populasi dan beban pensiun yang besar, Jepang menetapkan tarif pajak penghasilan tinggi demi menopang sistem sosial. Dengan tambahan PPh Badan 30,6% dan PPN 10%, Jepang berhasil membiayai asuransi kesehatan nasional dan program pensiun publik, menjadikannya salah satu model negara maju dengan jaring pengaman sosial paling luas.

4. Denmark – 55,9%

Denmark dikenal sebagai salah satu negara paling bahagia di dunia, dan itu tak lepas dari sistem pajak progresifnya. Dari layanan kesehatan hingga transportasi publik, hampir seluruh kebutuhan dasar warganya ditanggung negara. Tak hanya itu, mahasiswa perguruan tinggi pun menerima tunjangan hidup dari negara.

5. Austria – 55%

Austria menjalankan sistem pajak progresif untuk mendanai layanan publik dan subsidi sosial. Pendidikan, asuransi kesehatan, hingga program bantuan untuk disabilitas dan lansia dibiayai dari penerimaan pajak. Dengan PPh Badan 24% dan PPN 20%, negara ini memprioritaskan jaminan sosial sebagai hak dasar.

6. Belgia – 53,7%

Meski dikenal memiliki sistem pajak yang kompleks, Belgia menawarkan infrastruktur dan layanan publik berkualitas tinggi. Sistem kereta cepat, rumah sakit canggih, hingga tunjangan sosial berbasis pendapatan membuat warga merasa terjamin. Pajak tinggi pun dianggap sepadan dengan manfaat yang diterima.

7. Swedia – 50%

Pernah menyentuh 61,86% pada 1996, tarif PPh Swedia kini berada di angka 50%. Namun layanan yang diterima warga—dari pendidikan dan kesehatan gratis, cuti melahirkan panjang, hingga subsidi pengasuhan anak—menjadikannya salah satu negara dengan sistem sosial terbaik di dunia.

8. Belanda – 49%

Belanda membuktikan bahwa tarif tinggi bukan penghalang kemajuan. Transportasi modern, sistem kesehatan terintegrasi, serta pendidikan terjangkau jadi hasil dari sistem perpajakan yang efisien dan digital. Pemerintahnya terus mendorong transparansi agar kepercayaan publik tetap terjaga.

Bagaimana dengan Indonesia?

Di tengah upaya reformasi perpajakan, Indonesia masih menerapkan tarif yang relatif rendah. Pajak penghasilan orang pribadi berada di kisaran 5%–30%, bergantung pada penghasilan.

Namun demikian, tantangan tetap ada. Menurut data Kementerian Keuangan, penerimaan pajak hingga April 2025 mencapai Rp557,1 triliun turun 10,8% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Menyikapi hal ini, pemerintah menunjuk Bimo Wijayanto sebagai Direktur Jenderal Pajak yang baru pada 23 Mei 2025.

Reformasi pun terus didorong, termasuk melalui core tax system yang bertujuan meningkatkan efisiensi, memperluas basis pajak, dan menumbuhkan kepatuhan sukarela.

Meski tarif belum setinggi negara maju, Indonesia menempatkan transparansi, akuntabilitas, dan pemerataan manfaat sebagai fondasi reformasi perpajakan ke depan. (alf)

 

id_ID