Menteri Airlangga Ungkap Penyebab Orang Super Kaya Indonesia Gemar Belanja di Luar Negeri

IKPI, Jakarta:  Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan alasan mengapa orang super kaya di Indonesia lebih memilih berbelanja di luar negeri ketimbang di dalam negeri. Menurut Airlangga, harga barang-barang mewah yang menjadi objek konsumsi orang kaya di Indonesia lebih mahal akibat berbagai pungutan yang dikenakan, seperti bea masuk, Pajak Penghasilan (PPh), dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

“Barang-barang yang masuk di mal di Indonesia, misalnya, dikenakan bea masuk 25%. Belum lagi ditambah PPh dan PPN, membuat harga barang tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan di negara lain seperti Singapura, yang tidak memiliki pungutan serupa,” ujar Airlangga di kantornya, baru-baru ini.

Airlangga menambahkan, perbedaan harga ini membuat orang super kaya cenderung lebih memilih untuk berbelanja di luar negeri, di mana harga barang-barang mewah lebih terjangkau. Ia juga menyebutkan bahwa potensi transaksi belanja orang super kaya yang sering melakukan pembelian di luar negeri bisa mencapai sekitar USD 2.000 per orang, atau setara dengan Rp 32,79 juta.

“Jika ada sekitar 10 juta orang kaya yang sering berbelanja dengan total pengeluaran tersebut, maka potensi transaksi yang hilang di dalam negeri bisa mencapai lebih dari Rp 324 triliun,” jelas Airlangga.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), diperkirakan sekitar 10 juta orang Indonesia sering bepergian ke luar negeri, yang berkontribusi pada hilangnya potensi transaksi ekonomi domestik.

Pernyataan Airlangga ini menunjukkan pentingnya memperhatikan kebijakan perpajakan dan bea masuk dalam upaya mendukung pertumbuhan ekonomi domestik dan daya saing pasar Indonesia.(akf)

Pemerintah Proyeksi Tambah Penerimaan Negara Rp8,8 Triliun dari Pajak Minimum Global

IKPI, Jakarta: Pemerintah Indonesia secara resmi memberlakukan pajak minimum global dengan tarif efektif sebesar 15 persen, melalui penerbitan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 136 Tahun 2024. Keputusan ini diharapkan dapat menambah penerimaan negara hingga Rp8,8 triliun, sesuai dengan proyeksi yang disampaikan oleh Analis Pajak Internasional Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Melani Dwi Astuti.

Melani menyampaikan proyeksi potensi penerimaan negara dari kebijakan ini berkisar antara Rp3,8 triliun hingga Rp8,8 triliun. “Proyeksi potensinya, Rp3,8-Rp8,8 triliun,” ungkap Melani baru-baru ini.

Pengenaan pajak minimum global ini diyakini akan memberikan dampak positif bagi perekonomian Indonesia. Hal ini disampaikan oleh Melani dalam acara ’The 12th IFA Indonesia Annual International Tax Seminar’, yang diadakan oleh International Fiscal Association (IFA) pada 10 Desember 2024. Melani juga menjelaskan bahwa regulasi yang mendasari kebijakan ini telah termaktub dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), serta Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan. Sebelumnya, pada 31 Desember 2024, pemerintah juga menerbitkan PMK Nomor 136 Tahun 2024 untuk mengatur penerapan pajak minimum global ini sesuai dengan kesepakatan internasional.

Ketentuan Pajak Minimum Global

PMK Nomor 136 Tahun 2024 berlaku bagi Wajib Pajak badan yang merupakan bagian dari grup Perusahaan Multinasional (PMN) dengan omzet konsolidasi global sekurang-kurangnya 750 juta euro. Wajib Pajak tersebut akan dikenakan pajak minimum global dengan tarif 15 persen mulai tahun pajak 2025.

Dalam ketentuan tersebut, tarif pajak minimum global yang dikenakan akan bergantung pada tiga mekanisme utama, yaitu income inclusion rule (IIR), domestic minimum top-up tax (DMTT), dan undertaxed payment rule (UTPR).

Melani menjelaskan, IIR adalah ketentuan yang mengharuskan induk dari grup multinasional untuk membayar pajak tambahan atas anak usahanya yang dikenakan pajak efektif kurang dari 15 persen. Sementara itu, DMTT adalah skema yang memungkinkan yurisdiksi sumber untuk mengenakan pajak atas penghasilan yang kurang dipajaki, sebelum yurisdiksi domisili anak perusahaan mengenakan pajak tambahan. Sedangkan, UTPR akan berlaku jika IIR tidak dapat diterapkan, misalnya jika entitas induk berada di yurisdiksi dengan pajak rendah atau tidak menerapkan IIR dalam regulasi domestiknya.

Dengan implementasi pajak minimum global ini, pemerintah Indonesia berharap dapat memperkuat sistem perpajakan internasional dan memastikan bahwa perusahaan multinasional membayar pajak yang adil sesuai dengan penghasilannya di seluruh dunia.(alf)

Penerimaan Pajak 2024 Kanwil DJP Jakarta Barat Lampaui Target

IKPI, Jakarta: Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Jakarta Barat berhasil mencatatkan capaian gemilang pada akhir tahun 2024. Dengan target penerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar Rp64,5 triliun, realisasi penerimaan bruto mencapai Rp72,2 triliun dan penerimaan neto sebesar Rp64,7 triliun, atau 100,26% dari target.

Pertumbuhan penerimaan neto tercatat sebesar 9,25% dibandingkan tahun sebelumnya.

Berdasarkan jenis pajaknya, Pajak Penghasilan (PPh) menyumbang Rp29,12 triliun, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPN dan PPnBM) Rp35,44 triliun, dan pajak lainnya Rp131,1 miliar.

Empat sektor usaha di Jakarta Barat menjadi kontributor dominan, yakni:

• Sektor perdagangan: Rp32,22 triliun (49,80%).

• Sektor industri pengolahan: Rp9,31 triliun (14,39%).

• Sektor pengangkutan dan pergudangan: Rp4,25 triliun (6,57%).

• Sektor konstruksi: Rp3,37 triliun (5,22%).

Dari sisi kepatuhan pelaporan, Kanwil DJP Jakarta Barat berhasil mengumpulkan 373.467 Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) dari target 412.582, mencapai rasio 90,52%.

Melalui keterangan tertulisnya yang diterima Jumat, (24/1/2025) Kepala Kanwil DJP Jakarta Barat Farid Bachtiar, menyampaikan apresiasi kepada wajib pajak atas kontribusi dan kepatuhan mereka, serta kepada semua pihak yang mendukung pencapaian ini.

Secara keseluruhan, penerimaan pajak di wilayah DKI Jakarta hingga 31 Desember 2024 mencapai Rp1.355,07 triliun, atau 112,30% dari target pajak 2024. Peningkatan kinerja ini didorong oleh konsumsi domestik yang terjaga, terutama melalui pertumbuhan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Namun, terdapat kontraksi pada Pajak Penghasilan (PPh) Non-Migas karena penurunan lifting minyak dan gas bumi, serta tidak terulangnya pembayaran besar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) pada tahun ini.

Sementara itu, Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan DKI Jakarta Mei Ling, menyebutkan realisasi APBN 2024 menunjukkan kinerja optimal meskipun defisit tercatat sebesar Rp133,39 triliun. Pendapatan negara mencapai Rp1.799,54 triliun, sementara belanja negara sebesar Rp1.932,93 triliun.

Pendapatan daerah di DKI Jakarta mencapai Rp72,90 triliun atau 97,26% dari target, meningkat 2,57% secara tahunan (year-on-year).

Indikator Ekonomi Lainnya

• Tingkat inflasi Desember 2024 sebesar 1,48% (yoy), masih terkendali di bawah rata-rata nasional.

• Nilai Tukar Petani (NTP) turun 0,23% (yoy) akibat kenaikan biaya produksi, sedangkan Nilai Tukar Nelayan (NTN) meningkat 1,00% (yoy).

• Neraca perdagangan Desember 2024 mencatat defisit sebesar US$0,51 miliar.

Kinerja Kepabeanan, Cukai, dan PNBP

Penerimaan Kepabeanan dan Cukai di DKI Jakarta mencapai Rp24,02 triliun (100,69% dari target), dengan pertumbuhan sebesar 0,45% (yoy). Pertumbuhan ini ditopang akselerasi penerimaan bea keluar.

Sementara itu, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) mencapai Rp389,37 triliun, melebihi target dengan realisasi 121,36%. Kinerja positif ini didukung oleh laba Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang semakin baik.

Capaian ini menunjukkan keberhasilan pengelolaan fiskal dan optimalisasi penerimaan negara di wilayah DKI Jakarta sepanjang tahun 2024. (bl)

IKPI Cabang Pekanbaru Sukses Gelar Seminar Pajak Bertajuk Coretax dan SPT Tahunan

IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Pekanbaru berhasil menyelenggarakan seminar bertajuk “Persiapan SPT Tahunan OP & Badan, Sistem Baru Perpajakan Coretax, dan Review PMK.81 Tahun 2024”. Acara ini diadakan di Hotel Grand Elite, Kompleks Riau Business Centre (RBC), Jalan Riau Pekanbaru, Kamis (23/1/2025). Diketahui, sebanyak lebih dari 140 peserta yang terdiri dari karyawan, pengusaha, serta anggota IKPI Cabang Pekanbaru hadir mengikuti kegiatan ini.

Dalam sambutannya, Ketua IKPI Cabang Pekanbaru Rubialam Sitorus Pane (Rubi), menyampaikan apresiasi atas semangat panitia yang solid, antusiasme para peserta, serta relevansi topik perpajakan (Coretax) yang sedang menjadi sorotan.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Pekanbaru)

“Saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang mendukung acara ini, dan memohon maaf bila terdapat kekurangan selama kegiatan berlangsung,” ungkapnya.

Seminar ini menghadirkan narasumber utama, Dr. Prianto Budi Saptono, yang dinilai membawa energi positif dan membuat peserta semakin antusias mengikuti seminar hingga akhir.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Pekanbaru)

Menurut Rubi, berbagai pertanyaan peserta terkait materi dapat dijawab secara jelas dan padat, menambah wawasan baru bagi mereka.

Sementara itu, Ketua Panitia Seminar, Eka Tanika, juga turut menyampaikan bahwa tingginya minat peserta menjadi tantangan tersendiri. “Setelah pendaftaran ditutup pada 21 Januari 2025 pukul 12.00 WIB, masih banyak yang bertanya apakah masih bisa bergabung. Namun, karena keterbatasan tempat dan efisiensi sesi tanya jawab, kami terpaksa menutup pendaftaran. Kami akan segera menginformasikan jadwal seminar berikutnya,” ujarnya.

Acara ini juga menghadirkan sesi ice-breaking yang diadakan saat waktu istirahat, memungkinkan peserta untuk saling mengenal dan menciptakan suasana yang lebih akrab.

Seminar sehari ini berlangsung lancar dan sukses, mencerminkan komitmen IKPI Cabang Pekanbaru untuk terus memberikan kontribusi dalam meningkatkan pemahaman perpajakan bagi para anggotanya dan masyarakat luas. (bl)

Pemerintah Putuskan DHE Wajib Disimpan Setahun di Dalam Negeri

IKPI, Jakarta: Pemerintah Indonesia telah merampungkan aturan terbaru mengenai Devisa Hasil Ekspor (DHE), yang mewajibkan seluruh DHE disimpan di dalam negeri dalam jangka waktu satu tahun. Keputusan ini disampaikan oleh Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto, dalam konferensi pers di kantornya.

“Jadi 100%,” tegas Airlangga, menambahkan bahwa kebijakan ini telah disetujui oleh Presiden Prabowo Subianto.

Saat ini, pemerintah tengah mempersiapkan Peraturan Pemerintah (PP) yang akan mengatur lebih lanjut implementasi kebijakan tersebut, serta melakukan koordinasi dengan pihak regulator terkait, seperti Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Airlangga menyebutkan bahwa PP tersebut akan segera diterbitkan, karena proses harmonisasi sedang berlangsung.

Menko Airlangga juga memastikan bahwa tidak akan ada penolakan terhadap kebijakan ini. Selain kewajiban penyimpanan DHE di dalam negeri, pemerintah akan memberikan insentif kepada pelaku usaha sebagai bentuk dukungan. “Untuk perbankan disiapkan, untuk cash kolateral disiapkan, penggunaan untuk pembayaran pajak dan pembayaran dividen semua diatur di situ,” jelasnya.

Dengan kebijakan baru ini, pemerintah berharap dapat meningkatkan stabilitas ekonomi dan mengoptimalkan pemanfaatan DHE di dalam negeri. (alf)

Pemerintah Resmi Ubah PP 36/2023 tentang Devisa Hasil Ekspor

IKPI, Jakarta: Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto resmi mengubah Peraturan Pemerintah (PP) No.36 Tahun 2023 terkait Devisa Hasil Ekspor (DHE), yang mewajibkan eksportir untuk menempatkan 100% DHE di dalam negeri dalam jangka waktu satu tahun, dimulai pada 1 Maret 2025. Kebijakan baru ini diumumkan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, baru-baru ini.

Airlangga menjelaskan bahwa kebijakan ini akan berlaku pada sektor mineral dan batu bara, perikanan, serta perkebunan, termasuk kelapa sawit. Namun, sektor minyak bumi dan gas alam tidak termasuk dalam aturan baru ini. Menurutnya, tujuan utama dari kebijakan ini adalah untuk menambah pasokan valuta asing (valas) di dalam negeri yang diharapkan dapat mendukung stabilitas nilai tukar rupiah.

Dalam implementasinya, eksportir dapat menempatkan DHE mereka pada lembaga keuangan domestik. Salah satu keuntungan dari kebijakan ini adalah pemberian insentif berupa pembebasan Pajak Penghasilan (PPh) atas pendapatan bunga yang diperoleh dari instrumen penempatan DHE. “Biasanya, pajak atas bunga mencapai 20%, namun untuk DHE ini, pajaknya 0%,” ungkap Airlangga.

Lebih lanjut, DHE yang ditempatkan juga dapat dijadikan agunan kredit, memudahkan eksportir dalam memperoleh pembiayaan dari perbankan. Eksportir juga dapat memanfaatkan instrumen swap dengan bank untuk memenuhi kebutuhan rupiah bagi kegiatan usaha mereka.

Airlangga juga menegaskan bahwa DHE yang dikonversi ke dalam mata uang rupiah akan mengurangi volatilitas rupiah tanpa intervensi berlebihan dari Bank Indonesia (BI). Hal ini diharapkan dapat mendukung kestabilan pasar valuta asing serta memenuhi kebutuhan operasional perusahaan.

Selain itu, eksportir dapat menggunakan sebagian dari DHE untuk pembayaran pungutan negara, seperti pajak, royalti, dan dividen. Pemerintah berencana untuk segera melakukan koordinasi lebih lanjut dengan pemangku kepentingan dan dunia usaha untuk memastikan kelancaran pelaksanaan kebijakan ini.

Dengan perubahan ini, pemerintah berharap dapat memperkuat ketahanan ekonomi domestik dan menjaga kestabilan nilai tukar rupiah yang lebih baik di masa depan.(alf)

KP2KP Enrekang Perkenalkan Fitur Geotagging untuk Permudah Pendaftaran NPWP

IKPI, Jakarta: Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) Enrekang, Sulawesi Selatan, mengungkapkan bahwa mereka telah melayani puluhan masyarakat yang menghadapi kendala dalam pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) melalui Sistem Inti Administrasi Perpajakan (SIAP), yang lebih dikenal dengan nama core tax. Salah satu terobosan yang diperkenalkan adalah fitur geotagging yang kini dapat digunakan dalam proses pendaftaran, yang diharapkan dapat mempermudah penentuan lokasi tempat tinggal atau usaha Wajib Pajak dengan lebih akurat.

Kepala KP2KP Enrekang, Sudirman, menjelaskan bahwa fitur geotagging ini sangat membantu, khususnya bagi Wajib Pajak yang baru pertama kali mendaftar NPWP. “Kami memberikan pendampingan agar Wajib Pajak merasa lebih nyaman saat melakukan pendaftaran NPWP melalui core tax,” ungkapnya dalam keterangan tertulis yang diterima pada Sabtu (19/1/2025).

Sudirman juga menambahkan bahwa fitur ini sangat bermanfaat dalam memetakan Wajib Pajak, yang pada gilirannya mendukung kegiatan ekstensifikasi yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP). “Data geotagging yang diinput oleh Wajib Pajak akan digunakan dalam pemetaan Wajib Pajak dan dalam proses ekstensifikasi oleh DJP,” tambahnya.

Sebelumnya, fitur geotagging ini belum terintegrasi dengan proses registrasi NPWP, sehingga menjadi tantangan tersendiri bagi Wajib Pajak dalam menginput data lokasi mereka. Kini, dengan adanya integrasi informasi geografis ke dalam core tax, pendaftaran dan perubahan data menjadi lebih mudah dan akurat.

Salah satu Wajib Pajak, Arafik, mengaku merasa terbantu dengan adanya layanan penggunaan core tax dan fitur geotagging. “Sebelumnya saya bingung bagaimana cara mendaftar NPWP menggunakan aplikasi core tax, terutama saat memasukkan data lokasi. Namun, petugas di KP2KP Enrekang menjelaskan dengan sabar, sehingga pendaftaran NPWP saya berhasil,” ungkap Arafik.

Cara Daftar NPWP di Core Tax:

  1. Buka laman https://coretaxdjp.pajak.go.id/;
  2. Pilih ‘Daftar di Sini’, pilih kategori Wajib Pajak, dan ikuti panduan di layar;
  3. Masukkan alamat e-mail dan nomor ponsel yang aktif. Sistem akan mengirimkan kode One-Time Password (OTP) ke nomor ponsel yang didaftarkan. Setelah menerima kode OTP, masukkan kode tersebut untuk verifikasi;
  4. Pastikan data pada bagian ‘Identitas Wajib Pajak’ sesuai dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan alamat yang tercantum di KTP. Fitur geotagging dapat digunakan pada bagian ini;
  5. Setelah pendaftaran selesai, periksa e-mail yang didaftarkan;
  6. Sistem core tax akan mengirimkan NPWP dan cetakan NPWP dalam format PDF.

Dengan adanya kemudahan ini, KP2KP Enrekang berharap lebih banyak masyarakat yang dapat melakukan pendaftaran NPWP secara mandiri dan akurat, sehingga dapat mendukung upaya pemerintah dalam meningkatkan kepatuhan perpajakan di daerah. (alf)

P-5 Rayakan HUT ke-40 dengan Tema “Menjejak Masa Lalu, Melangkah Menuju Masa Depan”

IKPI, Jakarta: Persatuan Para Pensiunan Pegawai Pajak (P-5) merayakan hari ulang tahun (HUT) ke-40 dengan penuh semangat di Auditorium Cakti Buddhi Bhakti, Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Perayaan kali ini mengusung tema “Menjejak Masa Lalu, Melangkah Menuju Masa Depan”, yang menggambarkan komitmen untuk menghormati sejarah organisasi sekaligus menatap masa depan dengan harapan besar.

Ketua Panitia Catur Rini Widosari dalam sambutannya menyampaikan bahwa tema tersebut lebih dari sekadar slogan. “Tema ini bukan hanya sebagai simbol nostalgia, tetapi juga komitmen untuk meneruskan dan mewujudkan visi para pendiri P-5. Kita tidak hanya mengenang sejarah, tetapi juga bertekad mewujudkan harapan-harapan mereka di masa kini dan masa depan,” ujar Catur dikutip dari Pajak.com, baru baru ini.

Puncak perayaan HUT ke-40 ditandai dengan peluncuran Mars baru P-5, yang diciptakan oleh Febri Noviardi. Ketua Umum P-5 Peni Hirjanto menyatakan, “Peluncuran Mars P-5 ini menjadi simbol pembaruan semangat organisasi, sambil tetap menjaga nilai-nilai yang telah diwariskan oleh para pendiri kepada kita.”

Sebagai bagian dari upaya memperluas inklusivitas organisasi, P-5 juga mengumumkan perubahan penting terkait kriteria keanggotaan. Organisasi ini kini terbuka tidak hanya untuk pensiunan pegawai DJP, tetapi juga untuk siapa saja yang pernah bekerja di DJP. Keputusan ini mencerminkan komitmen P-5 untuk membangun komunitas mantan pegawai pajak yang lebih inklusif, dengan pengurus baru yang didominasi oleh anggota muda untuk memperkuat regenerasi dan semangat organisasi di masa depan.

“Anggota muda P-5 adalah mereka yang pernah berkarier di DJP dan berprestasi di bidangnya, meskipun sudah tidak lagi bertugas,” jelas Peni Hirjanto.

Di usia empat dekade, P-5 tetap berkomitmen untuk berkontribusi pada pengembangan sistem administrasi perpajakan Indonesia serta menjaga hubungan antar mantan pegawai pajak. Perayaan ini membuktikan bahwa P-5 tetap relevan dan terus mempererat semangat kebersamaan dalam komunitas mantan pegawai pajak di seluruh Indonesia.

Susunan Pengurus Pusat P-5 2025-2029:

  • Ketua Umum: Peni Hirjanto
  • Wakil Ketua Umum: Mohamad Haniv
  • Sekretaris Umum: Harry Gumelar
  • Bendahara Umum: Febriyanti Sawaliah
  • Wakil Sekretaris Umum: Yusron Purbatin Hadi
  • Wakil Bendahara Umum: Anita Widiati
  • Ketua Bidang Keanggotaan dan Organisasi: Rida Handanu
  • Ketua Bidang Sosial dan Kesejahteraan: Catur Rini Widosari
  • Ketua Bidang Olahraga dan Seni: Slamet Sutantyo
  • Ketua Bidang Kerja Sama dan Kelembagaan: Pontas Pane

APINDO Desak DJP Jamin Kelancaran Bisnis Selama Transisi Sistem Core Tax

IKPI, Jakarta: Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) mendesak Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk memastikan kelancaran operasional dunia usaha selama masa transisi implementasi sistem Coretax, yang mulai diterapkan pada 1 Januari 2025.

Ketua Umum APINDO, Shinta W. Kamdani, menegaskan bahwa sistem perpajakan baru ini membutuhkan kolaborasi erat antara DJP dan dunia usaha agar dapat berjalan sukses. “Perubahan besar seperti implementasi Coretax ini memerlukan kerja sama yang solid antara dunia usaha dan DJP. Kami mengapresiasi upaya DJP yang telah membuka ruang dialog untuk mendengarkan aspirasi dunia usaha dan mencari solusi bersama,” kata Shinta dalam pernyataannya, Sabtu (19/1/2025).

DJP pun menunjukkan komitmennya untuk mendukung Wajib Pajak selama masa transisi ini. Direktur Jenderal Pajak, Suryo Utomo, menjelaskan bahwa DJP akan memberikan masa transisi khusus guna memastikan penerapan sistem baru berjalan lancar. “Kami memahami adanya tantangan teknis dalam penerapan Coretax dan memastikan tidak akan ada sanksi administratif bagi Wajib Pajak yang menghadapi kesulitan teknis,” ujar Suryo.

Masa transisi ini, lanjut Suryo, belum memiliki batas waktu yang pasti karena DJP masih melakukan pengkajian mendalam. Ketidakpastian ini akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak (Perdirjen) untuk memberikan kepastian hukum bagi Wajib Pajak.

Sekretaris Dewan Pertimbangan APINDO, Suryadi Sasmita, menambahkan bahwa pelaku usaha membutuhkan jaminan untuk tetap menjalankan bisnis mereka tanpa khawatir akan sanksi administratif yang timbul akibat kendala di luar kendali mereka selama proses transisi. “Kami berharap DJP memberikan pendekatan yang bersifat pembinaan dan mendukung keberlangsungan usaha, bukan hanya penegakan aturan,” ungkap Suryadi.

Dalam kesempatan yang sama, DJP juga memaparkan langkah-langkah yang telah diambil untuk mengatasi berbagai kendala teknis, seperti masalah pelaporan PPh Pasal 26 untuk Desember 2024 yang masih dapat dilakukan melalui aplikasi lama. DJP juga sedang mempercepat migrasi data untuk memastikan kelancaran pelaporan pajak manual.

Selain itu, DJP berfokus pada perbaikan sistem core tax yang mempengaruhi tenaga kerja asing (TKA) yang kesulitan mengakses sertifikat elektronik meskipun sudah memiliki NPWP. Validasi data imigrasi menjadi prioritas untuk memastikan akses yang lebih mudah bagi Wajib Pajak asing.

APINDO berharap dengan pendekatan dialogis dan kolaboratif antara dunia usaha dan DJP, implementasi core tax dapat mendorong kepatuhan pajak, sekaligus menciptakan iklim usaha yang kondusif untuk mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. (alf)

Privy Gratiskan Tanda Tangan Elektronik untuk Mendukung Digitalisasi Perpajakan

IKPI, Jakarta: Mulai 1 Januari 2025, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) resmi mengimplementasikan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (SIAP) atau Coretax Administration System. Langkah ini menjadi bagian penting dari digitalisasi teknologi informasi dan perbaikan basis data perpajakan yang lebih efektif dan efisien.

Privy, sebagai Penyelenggara Sertifikasi Elektronik (PSrE), turut berkontribusi dalam inisiatif ini dengan menjadi mitra resmi DJP. Privy menyediakan tanda tangan elektronik (TTE) tersertifikasi untuk dokumen perpajakan pada aplikasi Coretax. Lebih menarik lagi, layanan sertifikat elektronik dan TTE dari Privy diberikan secara gratis untuk pengguna coretax, guna mempercepat digitalisasi perpajakan di Indonesia.

CEO dan Founder Privy, Marshall Pribadi, mengungkapkan bahwa lebih dari 56 juta masyarakat Indonesia telah menjadi pengguna Privy, menunjukkan tingginya kepercayaan terhadap teknologi yang mereka hadirkan. “Dengan tanda tangan elektronik tersertifikasi dan sertifikat elektronik dari Privy secara gratis, kami berharap dapat mendukung DJP dalam reformasi perpajakan, memberikan keabsahan hukum, sekaligus menghemat waktu dan biaya secara signifikan,” kata Marshall dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (18/1/2025).

Marshall juga menekankan pentingnya privasi dan keamanan data wajib pajak (WP). “Privasi dan keamanan data WP menjadi keutamaan bagi kami,” tambahnya. Ia berharap, kolaborasi antara Privy dan DJP dapat menciptakan ekosistem digital yang luas, meningkatkan kesadaran wajib pajak untuk melaporkan pajak, dan memperbaiki pelayanan pajak kepada masyarakat.
Langkah ini diharapkan menjadi bagian dari reformasi pajak yang komprehensif, membawa efisiensi dan transparansi dalam sistem perpajakan nasional. (alf)

en_US