KP2KP Enrekang Perkenalkan Fitur Geotagging untuk Permudah Pendaftaran NPWP

IKPI, Jakarta: Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) Enrekang, Sulawesi Selatan, mengungkapkan bahwa mereka telah melayani puluhan masyarakat yang menghadapi kendala dalam pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) melalui Sistem Inti Administrasi Perpajakan (SIAP), yang lebih dikenal dengan nama core tax. Salah satu terobosan yang diperkenalkan adalah fitur geotagging yang kini dapat digunakan dalam proses pendaftaran, yang diharapkan dapat mempermudah penentuan lokasi tempat tinggal atau usaha Wajib Pajak dengan lebih akurat.

Kepala KP2KP Enrekang, Sudirman, menjelaskan bahwa fitur geotagging ini sangat membantu, khususnya bagi Wajib Pajak yang baru pertama kali mendaftar NPWP. “Kami memberikan pendampingan agar Wajib Pajak merasa lebih nyaman saat melakukan pendaftaran NPWP melalui core tax,” ungkapnya dalam keterangan tertulis yang diterima pada Sabtu (19/1/2025).

Sudirman juga menambahkan bahwa fitur ini sangat bermanfaat dalam memetakan Wajib Pajak, yang pada gilirannya mendukung kegiatan ekstensifikasi yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP). “Data geotagging yang diinput oleh Wajib Pajak akan digunakan dalam pemetaan Wajib Pajak dan dalam proses ekstensifikasi oleh DJP,” tambahnya.

Sebelumnya, fitur geotagging ini belum terintegrasi dengan proses registrasi NPWP, sehingga menjadi tantangan tersendiri bagi Wajib Pajak dalam menginput data lokasi mereka. Kini, dengan adanya integrasi informasi geografis ke dalam core tax, pendaftaran dan perubahan data menjadi lebih mudah dan akurat.

Salah satu Wajib Pajak, Arafik, mengaku merasa terbantu dengan adanya layanan penggunaan core tax dan fitur geotagging. “Sebelumnya saya bingung bagaimana cara mendaftar NPWP menggunakan aplikasi core tax, terutama saat memasukkan data lokasi. Namun, petugas di KP2KP Enrekang menjelaskan dengan sabar, sehingga pendaftaran NPWP saya berhasil,” ungkap Arafik.

Cara Daftar NPWP di Core Tax:

  1. Buka laman https://coretaxdjp.pajak.go.id/;
  2. Pilih ‘Daftar di Sini’, pilih kategori Wajib Pajak, dan ikuti panduan di layar;
  3. Masukkan alamat e-mail dan nomor ponsel yang aktif. Sistem akan mengirimkan kode One-Time Password (OTP) ke nomor ponsel yang didaftarkan. Setelah menerima kode OTP, masukkan kode tersebut untuk verifikasi;
  4. Pastikan data pada bagian ‘Identitas Wajib Pajak’ sesuai dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan alamat yang tercantum di KTP. Fitur geotagging dapat digunakan pada bagian ini;
  5. Setelah pendaftaran selesai, periksa e-mail yang didaftarkan;
  6. Sistem core tax akan mengirimkan NPWP dan cetakan NPWP dalam format PDF.

Dengan adanya kemudahan ini, KP2KP Enrekang berharap lebih banyak masyarakat yang dapat melakukan pendaftaran NPWP secara mandiri dan akurat, sehingga dapat mendukung upaya pemerintah dalam meningkatkan kepatuhan perpajakan di daerah. (alf)

P-5 Rayakan HUT ke-40 dengan Tema “Menjejak Masa Lalu, Melangkah Menuju Masa Depan”

IKPI, Jakarta: Persatuan Para Pensiunan Pegawai Pajak (P-5) merayakan hari ulang tahun (HUT) ke-40 dengan penuh semangat di Auditorium Cakti Buddhi Bhakti, Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Perayaan kali ini mengusung tema “Menjejak Masa Lalu, Melangkah Menuju Masa Depan”, yang menggambarkan komitmen untuk menghormati sejarah organisasi sekaligus menatap masa depan dengan harapan besar.

Ketua Panitia Catur Rini Widosari dalam sambutannya menyampaikan bahwa tema tersebut lebih dari sekadar slogan. “Tema ini bukan hanya sebagai simbol nostalgia, tetapi juga komitmen untuk meneruskan dan mewujudkan visi para pendiri P-5. Kita tidak hanya mengenang sejarah, tetapi juga bertekad mewujudkan harapan-harapan mereka di masa kini dan masa depan,” ujar Catur dikutip dari Pajak.com, baru baru ini.

Puncak perayaan HUT ke-40 ditandai dengan peluncuran Mars baru P-5, yang diciptakan oleh Febri Noviardi. Ketua Umum P-5 Peni Hirjanto menyatakan, “Peluncuran Mars P-5 ini menjadi simbol pembaruan semangat organisasi, sambil tetap menjaga nilai-nilai yang telah diwariskan oleh para pendiri kepada kita.”

Sebagai bagian dari upaya memperluas inklusivitas organisasi, P-5 juga mengumumkan perubahan penting terkait kriteria keanggotaan. Organisasi ini kini terbuka tidak hanya untuk pensiunan pegawai DJP, tetapi juga untuk siapa saja yang pernah bekerja di DJP. Keputusan ini mencerminkan komitmen P-5 untuk membangun komunitas mantan pegawai pajak yang lebih inklusif, dengan pengurus baru yang didominasi oleh anggota muda untuk memperkuat regenerasi dan semangat organisasi di masa depan.

“Anggota muda P-5 adalah mereka yang pernah berkarier di DJP dan berprestasi di bidangnya, meskipun sudah tidak lagi bertugas,” jelas Peni Hirjanto.

Di usia empat dekade, P-5 tetap berkomitmen untuk berkontribusi pada pengembangan sistem administrasi perpajakan Indonesia serta menjaga hubungan antar mantan pegawai pajak. Perayaan ini membuktikan bahwa P-5 tetap relevan dan terus mempererat semangat kebersamaan dalam komunitas mantan pegawai pajak di seluruh Indonesia.

Susunan Pengurus Pusat P-5 2025-2029:

  • Ketua Umum: Peni Hirjanto
  • Wakil Ketua Umum: Mohamad Haniv
  • Sekretaris Umum: Harry Gumelar
  • Bendahara Umum: Febriyanti Sawaliah
  • Wakil Sekretaris Umum: Yusron Purbatin Hadi
  • Wakil Bendahara Umum: Anita Widiati
  • Ketua Bidang Keanggotaan dan Organisasi: Rida Handanu
  • Ketua Bidang Sosial dan Kesejahteraan: Catur Rini Widosari
  • Ketua Bidang Olahraga dan Seni: Slamet Sutantyo
  • Ketua Bidang Kerja Sama dan Kelembagaan: Pontas Pane

APINDO Desak DJP Jamin Kelancaran Bisnis Selama Transisi Sistem Core Tax

IKPI, Jakarta: Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) mendesak Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk memastikan kelancaran operasional dunia usaha selama masa transisi implementasi sistem Coretax, yang mulai diterapkan pada 1 Januari 2025.

Ketua Umum APINDO, Shinta W. Kamdani, menegaskan bahwa sistem perpajakan baru ini membutuhkan kolaborasi erat antara DJP dan dunia usaha agar dapat berjalan sukses. “Perubahan besar seperti implementasi Coretax ini memerlukan kerja sama yang solid antara dunia usaha dan DJP. Kami mengapresiasi upaya DJP yang telah membuka ruang dialog untuk mendengarkan aspirasi dunia usaha dan mencari solusi bersama,” kata Shinta dalam pernyataannya, Sabtu (19/1/2025).

DJP pun menunjukkan komitmennya untuk mendukung Wajib Pajak selama masa transisi ini. Direktur Jenderal Pajak, Suryo Utomo, menjelaskan bahwa DJP akan memberikan masa transisi khusus guna memastikan penerapan sistem baru berjalan lancar. “Kami memahami adanya tantangan teknis dalam penerapan Coretax dan memastikan tidak akan ada sanksi administratif bagi Wajib Pajak yang menghadapi kesulitan teknis,” ujar Suryo.

Masa transisi ini, lanjut Suryo, belum memiliki batas waktu yang pasti karena DJP masih melakukan pengkajian mendalam. Ketidakpastian ini akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak (Perdirjen) untuk memberikan kepastian hukum bagi Wajib Pajak.

Sekretaris Dewan Pertimbangan APINDO, Suryadi Sasmita, menambahkan bahwa pelaku usaha membutuhkan jaminan untuk tetap menjalankan bisnis mereka tanpa khawatir akan sanksi administratif yang timbul akibat kendala di luar kendali mereka selama proses transisi. “Kami berharap DJP memberikan pendekatan yang bersifat pembinaan dan mendukung keberlangsungan usaha, bukan hanya penegakan aturan,” ungkap Suryadi.

Dalam kesempatan yang sama, DJP juga memaparkan langkah-langkah yang telah diambil untuk mengatasi berbagai kendala teknis, seperti masalah pelaporan PPh Pasal 26 untuk Desember 2024 yang masih dapat dilakukan melalui aplikasi lama. DJP juga sedang mempercepat migrasi data untuk memastikan kelancaran pelaporan pajak manual.

Selain itu, DJP berfokus pada perbaikan sistem core tax yang mempengaruhi tenaga kerja asing (TKA) yang kesulitan mengakses sertifikat elektronik meskipun sudah memiliki NPWP. Validasi data imigrasi menjadi prioritas untuk memastikan akses yang lebih mudah bagi Wajib Pajak asing.

APINDO berharap dengan pendekatan dialogis dan kolaboratif antara dunia usaha dan DJP, implementasi core tax dapat mendorong kepatuhan pajak, sekaligus menciptakan iklim usaha yang kondusif untuk mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. (alf)

Privy Gratiskan Tanda Tangan Elektronik untuk Mendukung Digitalisasi Perpajakan

IKPI, Jakarta: Mulai 1 Januari 2025, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) resmi mengimplementasikan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (SIAP) atau Coretax Administration System. Langkah ini menjadi bagian penting dari digitalisasi teknologi informasi dan perbaikan basis data perpajakan yang lebih efektif dan efisien.

Privy, sebagai Penyelenggara Sertifikasi Elektronik (PSrE), turut berkontribusi dalam inisiatif ini dengan menjadi mitra resmi DJP. Privy menyediakan tanda tangan elektronik (TTE) tersertifikasi untuk dokumen perpajakan pada aplikasi Coretax. Lebih menarik lagi, layanan sertifikat elektronik dan TTE dari Privy diberikan secara gratis untuk pengguna coretax, guna mempercepat digitalisasi perpajakan di Indonesia.

CEO dan Founder Privy, Marshall Pribadi, mengungkapkan bahwa lebih dari 56 juta masyarakat Indonesia telah menjadi pengguna Privy, menunjukkan tingginya kepercayaan terhadap teknologi yang mereka hadirkan. “Dengan tanda tangan elektronik tersertifikasi dan sertifikat elektronik dari Privy secara gratis, kami berharap dapat mendukung DJP dalam reformasi perpajakan, memberikan keabsahan hukum, sekaligus menghemat waktu dan biaya secara signifikan,” kata Marshall dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (18/1/2025).

Marshall juga menekankan pentingnya privasi dan keamanan data wajib pajak (WP). “Privasi dan keamanan data WP menjadi keutamaan bagi kami,” tambahnya. Ia berharap, kolaborasi antara Privy dan DJP dapat menciptakan ekosistem digital yang luas, meningkatkan kesadaran wajib pajak untuk melaporkan pajak, dan memperbaiki pelayanan pajak kepada masyarakat.
Langkah ini diharapkan menjadi bagian dari reformasi pajak yang komprehensif, membawa efisiensi dan transparansi dalam sistem perpajakan nasional. (alf)

Hong Kong Pertimbangkan Kenaikan Pajak Penghasilan bagi Orang Kaya untuk Tutup Defisit Anggaran

IKPI, Jakarta: Pemerintah Hong Kong tengah mempertimbangkan untuk menaikkan Pajak Penghasilan (PPh) bagi golongan berpendapatan tinggi, atau yang disebut sebagai high wealth individuals, untuk tahun kedua berturut-turut.

Langkah ini bertujuan untuk menekan defisit anggaran yang terus membengkak. Wacana ini telah menjadi bagian dari konsultasi publik yang berlangsung selama beberapa minggu terakhir.

Dalam proses konsultasi tersebut, pejabat pemerintah mengusulkan kenaikan tarif pajak sebesar 16 persen untuk kelompok pendapatan tertinggi, yaitu mereka yang berpenghasilan lebih dari 5 juta dolar Hong Kong (sekitar Rp 10,52 miliar) per tahun.

Selain itu, pemerintah juga mempertimbangkan opsi untuk menurunkan ambang batas penghasilan tertinggi, sehingga lebih banyak individu yang masuk dalam kategori wajib pajak tersebut.

Meski demikian, belum ada kepastian apakah rencana ini akan diterapkan.

Pemerintah masih menunggu hasil konsultasi publik sebelum mengambil keputusan konkret.

“Kami menerima berbagai usulan dari sektor-sektor yang berbeda dan masyarakat umum selama proses konsultasi anggaran. Kami tidak memberikan komentar atas usulan individu atau spekulasi,” ujar seorang juru bicara Kantor Sekretaris Keuangan Hong Kong, dikutip dari Bloomberg pada Sabtu (18/1/2025).

Lanjutan dari Kebijakan Pajak 2024

Jika kebijakan ini diterapkan, langkah tersebut akan melanjutkan kenaikan pajak serupa yang diberlakukan pada 2024, ketika tarif pajak tertinggi dinaikkan untuk pertama kalinya dalam dua dekade. Hong Kong saat ini menghadapi tekanan ekonomi besar akibat defisit anggaran, dampak pandemi COVID-19, serta ketegangan politik dalam beberapa tahun terakhir.

Meskipun dikenal sebagai kota dengan sistem pajak rendah yang menarik bagi investor global, pemerintah setempat menegaskan bahwa langkah ini diperlukan untuk memastikan keberlanjutan ekonomi jangka panjang.

“Penting untuk mempertahankan keunggulan kompetitif Hong Kong sebagai kota dengan sistem pajak sederhana dan rendah. Namun, sama pentingnya untuk mengikuti prinsip bahwa mereka yang mampu harus membayar lebih, sehingga dampaknya terhadap masyarakat umum dapat diminimalkan,” ungkap Sekretaris Keuangan Hong Kong, Paul Chan, dalam sebuah unggahan di blog pribadinya pada Minggu (5/1/2025).

Pemerintah juga menekankan bahwa upaya pengendalian pengeluaran akan menjadi prioritas utama dalam menurunkan defisit anggaran, meski kontribusi dari golongan berpenghasilan tinggi tetap dianggap sebagai bagian penting dari solusi.

Apakah kebijakan ini akan diberlakukan atau tidak, masih menjadi tanda tanya. Namun, wacana ini dipastikan akan berdampak signifikan bagi masyarakat dan perekonomian Hong Kong secara keseluruhan. (alf)

DJP Vietnam Perintahkan 100 Bank dan Perantara Pembayaran Setorkan Pajak dari Agoda, Airbnb, Booking, dan PayPal

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Vietnam mengambil langkah tegas dengan meminta 100 bank dan perantara pembayaran untuk melaporkan, menahan, serta menyetorkan pajak dari transaksi yang dilakukan melalui platform lintas batas seperti Agoda, Airbnb, Booking, dan PayPal. Langkah ini diambil karena keempat platform tersebut terus beroperasi di Vietnam namun tidak mendaftarkan diri untuk keperluan pajak meskipun menghasilkan pendapatan signifikan dari konsumen Vietnam.

Meskipun tidak memiliki kantor permanen di Vietnam, Agoda, Airbnb, Booking, dan PayPal tetap memperoleh pendapatan dari layanan yang mereka tawarkan kepada konsumen di negara tersebut. Oleh karena itu, DJP Vietnam mengklasifikasikan mereka sebagai kontraktor asing yang wajib membayar Pajak Pertambahan Nilai (PPN) serta Pajak Penghasilan (PPh) Badan yang dihitung berdasarkan persentase pendapatan yang mereka terima.

Wakil Direktur Jenderal Pajak Vietnam, Mai Sơn, menegaskan bahwa transformasi digital dan penerapan teknologi informasi adalah prioritas utama DJP Vietnam untuk tahun 2025, terutama dalam mengelola pajak dari sektor e-commerce dan penyedia asing. “Kami akan terus memperkuat langkah-langkah pengawasan terhadap penyedia asing yang tidak mendaftarkan pajaknya atau tidak melaporkan pendapatan mereka secara lengkap,” katanya.

DJP Vietnam juga mencatat bahwa hingga tahun 2024, sebanyak 123 penyedia asing telah mendaftar, melaporkan, dan membayar pajak di Vietnam, dengan total pajak yang disetorkan mencapai 8.687 triliun Vietnam Dong (sekitar Rp5,56 triliun), mengalami kenaikan signifikan sebesar 26 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Dari total tersebut, perusahaan-perusahaan besar seperti Meta, Google, Microsoft, TikTok, Netflix, dan Apple menyumbang sekitar 90 persen dari pendapatan e-commerce lintas batas di Vietnam.

Sejak portal elektronik untuk penyedia asing diluncurkan pada Maret 2022, perusahaan-perusahaan asing telah membayar pajak sebesar 20.261 triliun Vietnam Dong (sekitar Rp20,26 triliun). Meskipun begitu, otoritas Vietnam menekankan bahwa tidak semua platform mematuhi regulasi yang berlaku, dengan Kementerian Perindustrian dan Perdagangan (MoIT) juga turut mengawasi kegiatan mereka. MoIT bahkan telah menghentikan operasional beberapa platform yang belum memenuhi persyaratan perizinan.

Sebagai tambahan, Kementerian Informasi dan Komunikasi (MIC) Vietnam terus bekerja sama dengan platform-platform lintas batas untuk memastikan bahwa konten yang melanggar hukum Vietnam segera dihapus. Upaya ini telah membuahkan hasil, dengan Facebook, Google, dan TikTok telah menghapus ribuan konten ilegal dengan tingkat kepatuhan lebih dari 90 persen.

Pada tahun 2025, MoIT berencana untuk mengajukan pengembangan Undang-Undang E-commerce yang lebih koheren dan konsisten guna menciptakan kerangka hukum yang lebih jelas bagi penyedia layanan e-commerce lintas batas yang beroperasi di Vietnam. (alf)

PBJT atas Makanan dan Minuman Resmi Diberlakukan di DKI

IKPI, Jakarta: Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah resmi menerapkan Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) atas makanan dan minuman yang disediakan di restoran dan layanan katering. Hal ini sesuai dengan Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Pajak ini dikenakan langsung kepada konsumen akhir yang menikmati layanan makan atau minum di DKI Jakarta.

PBJT dikenakan atas penjualan, penyerahan, atau konsumsi makanan dan minuman di tempat-tempat yang telah ditentukan, antara lain restoran dan jasa boga atau katering. Restoran yang dimaksud adalah tempat yang menyediakan fasilitas penyajian seperti meja, kursi, dan peralatan makan. Sementara itu, jasa boga atau katering meliputi penyediaan bahan baku, pengolahan, hingga penyajian makanan berdasarkan pesanan pelanggan.

Namun, tidak semua usaha yang bergerak di bidang makanan dan minuman dikenakan pajak ini. Beberapa pengecualian di antaranya adalah usaha kecil dengan omzet di bawah Rp42 juta per bulan, toko swalayan yang tidak menjual makanan dan minuman sebagai produk utama, serta pabrik makanan atau minuman yang menjual produk langsung kepada konsumen.

PBJT dikenakan dengan tarif sebesar 10 persen dari total pembayaran yang diterima penyedia makanan dan minuman. Sebagai contoh, jika total tagihan di restoran mencapai Rp100.000, konsumen akan dikenakan pajak sebesar Rp10.000. Pembayaran pajak ini dilakukan langsung saat konsumen menyelesaikan pembayaran.

Dengan penerapan PBJT ini, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berharap dapat meningkatkan kesadaran masyarakat dan pelaku usaha terkait kewajiban pajak. Selain itu, pajak yang dipungut diharapkan dapat memberikan kontribusi pada pembangunan daerah yang lebih baik dan optimal.(alf)

DJP Kembali Ingatkan Masyarakat Waspada terhadap Modus Penipuan Pajak, IKPI Sarankan Wajib Pajak Lakukan Konsultasi

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) kembali mengumumkan maraknya kasus penipuan yang mengatasnamakan pejabat atau pegawai DJP. Dalam Pengumuman Nomor PENG-4/PJ.09/2025, DJP mengimbau masyarakat untuk tetap waspada terhadap berbagai modus penipuan yang memanfaatkan nama institusi pajak.

Dikutip dari pengumuman yang dikeluarkan DJP pada 15 Januari 2025 disebutkan, modus penipuan yang sering digunakan antara lain:

* Phising: Penipu menghubungi korban melalui telepon, email, atau pesan teks, lalu meminta data pribadi.
* Pharming: Korban diarahkan ke situs web palsu untuk mencuri informasi.
* Sniffing: Perangkat korban diretas untuk mengakses data penting.
* Money Mule: Korban dijebak untuk mentransfer uang.
* Social Engineering: Penipu menggunakan manipulasi psikologis untuk mendapatkan informasi penting.

Modus Penipuan Berkedok Coretax DJP

Meski modus-modus ini bukan hal baru, DJP mencatat bahwa pelaku memanfaatkan implementasi sistem Coretax DJP untuk memanipulasi korban. Mereka meminta masyarakat melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan prosedur resmi administrasi perpajakan.

DJP memberikan contoh kasus permintaan yang patut dicurigai:

* Meminta pembaruan data atau pembayaran pajak melalui panggilan telepon atau pesan WhatsApp.
* Meminta unduhan aplikasi palsu (.apk) terkait tunggakan pajak.
* Menyuruh membuka tautan yang menyerupai domain DJP atau membayar dana yang tidak resmi.

Imbauan dan Layanan Pengaduan

DJP menegaskan bahwa seluruh layanan resmi hanya menggunakan domain pajak.go.id. Untuk memastikan kebenaran informasi, masyarakat dapat menghubungi:
* Kring Pajak di 1500200.
* Email pengaduan: pengaduan@pajak.go.id.
* Situs resmi pengaduan: https://pengaduan.pajak.go.id.

Masyarakat juga diimbau untuk melaporkan nomor telepon dan konten penipuan melalui laman https://aduannomor.id dan https://aduankonten.id.

Menanggapi pengumuman tersebut, Ketua Departemen Humas Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Jemmi Sutiono, menyambut baik langkah DJP dalam mengeluarkan pengumuman ini. “Kami sangat mendukung upaya DJP dalam mengedukasi masyarakat untuk lebih berhati-hati terhadap modus penipuan yang mengatasnamakan institusi pajak,” kata Jemmi di Bogor, Jawa Barat, Jumat (17/1/2025) malam.

Menurutnya, kasus seperti ini tidak hanya merugikan masyarakat, tetapi juga mencemarkan nama baik profesi perpajakan secara keseluruhan. Oleh karena itu, kami mengimbau wajib pajak untuk selalu berkonsultasi dengan konsultan pajak resmi yang terdaftar di IKPI atau langsung menghubungi DJP jika menerima informasi mencurigakan.

Jemmi juga menambahkan bahwa IKPI siap bekerja sama dengan DJP dalam menyosialisasikan kewaspadaan terhadap penipuan pajak di kalangan masyarakat. “Kesadaran dan kewaspadaan masyarakat menjadi kunci utama dalam memerangi modus-modus penipuan ini,” ujarnya. (bl)

DKI Jakarta Terapkan PBJT Tenaga Listrik

IKPI, Jakarta: Pemerintah Provinsi DKI Jakarta resmi menetapkan aturan baru mengenai Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) untuk tenaga listrik melalui Peraturan Daerah DKI Jakarta No. 1 Tahun 2024. Aturan ini bertujuan untuk mengatur pungutan pajak atas konsumsi tenaga listrik serta memberikan pengecualian kepada sektor-sektor tertentu.

PBJT Tenaga Listrik adalah pajak yang dibebankan kepada konsumen akhir atas konsumsi listrik yang digunakan untuk berbagai kebutuhan sehari-hari. Listrik yang dihasilkan oleh pembangkit dan didistribusikan kepada konsumen masuk dalam kategori barang dan jasa tertentu yang dikenakan pajak.

Subjek dan Objek Pajak

Dalam hal ini, subjek PBJT adalah konsumen listrik, yakni pengguna akhir. Sementara itu, pihak yang menjual, menyerahkan, atau menyediakan tenaga listrik kepada konsumen menjadi Wajib Pajak.

Objek pajak meliputi penjualan, penyerahan, dan konsumsi listrik oleh pengguna akhir. Namun, tidak semua konsumsi listrik dikenakan pajak. Beberapa pengecualian berlaku, antara lain:

  • Listrik yang digunakan oleh instansi pemerintah dan penyelenggara negara lainnya.
  • Listrik di kedutaan besar atau konsulat asing.
  • Listrik yang digunakan untuk rumah ibadah, panti jompo, panti asuhan, atau panti sosial.
  • Listrik yang dihasilkan sendiri dengan kapasitas di bawah 200 kVA yang tidak memerlukan izin.

Penetapan Nilai Jual dan Tarif Pajak

Nilai jual listrik yang menjadi dasar pengenaan pajak terdiri dari dua kategori: listrik yang diperoleh dari sumber lain (pembelian pascabayar atau prabayar) dan listrik yang dihasilkan sendiri. Nilai jual untuk listrik dari sumber lain dihitung berdasarkan tagihan listrik atau pembelian token listrik, sementara untuk listrik yang dihasilkan sendiri dihitung berdasarkan kapasitas, tingkat penggunaan, durasi pemakaian, dan harga listrik yang berlaku di DKI Jakarta.

Tarif PBJT ditetapkan sebagai berikut:

  • 3% untuk listrik dari sumber lain yang digunakan oleh industri, pertambangan minyak, dan gas alam.
  • 2,4% untuk listrik dari sumber lain bagi konsumen di luar kategori tersebut.
  • 1,5% untuk listrik yang dihasilkan sendiri.

Pajak ini mulai terutang saat konsumen membayar tagihan listrik atau ketika konsumsi listrik terjadi.

Harapan Pemerintah

Aturan ini diharapkan dapat menciptakan efisiensi, transparansi, serta mendukung pembangunan di DKI Jakarta. Selain itu, penerapan PBJT Tenaga Listrik juga bertujuan untuk menciptakan sistem pajak yang lebih adil, mendukung sektor sosial, seperti rumah ibadah dan lembaga sosial, serta mendorong penggunaan energi yang ramah lingkungan.

Dengan pengaturan tarif yang berbeda, pemerintah berharap dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan di ibu kota. (alf)

Kepala Kanwil DJP Jakarta Selatan II Kukuhkan 116 Relawan Pajak 

IKPI, Jakarta: Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Jakarta Selatan II, Neilmaldrin Noor, mengukuhkan 116 relawan pajak di Aula Kanwil DJP Jaksel II. Relawan-relawan ini akan bertugas memberikan asistensi dalam pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) orang pribadi di tujuh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama unit vertikal Kanwil DJP Jaksel II.

Neilmaldrin Noor menyampaikan bahwa relawan pajak ini merupakan bagian dari program Relawan Pajak Untuk Negeri (Renjani), yang diinisiasi oleh Kantor Pusat DJP untuk menjawab tantangan meningkatnya jumlah Wajib Pajak yang tidak sebanding dengan jumlah pegawai DJP. Melalui program ini, relawan pajak berperan sebagai perpanjangan tangan DJP dalam memberikan layanan serta edukasi kepada Wajib Pajak.

“Program Renjani merupakan langkah positif yang kami jalankan, di mana para relawan pajak bekerja sama dengan DJP dalam melayani dan mengedukasi Wajib Pajak. Ini merupakan upaya bersama dalam meningkatkan kesadaran dan kepatuhan pajak di masyarakat,” ujar Neilmaldrin dalam keterangan tertulis yang diterima Jumat, (17/1/2025).

Dalam kesempatan yang sama, Neilmaldrin juga memberikan apresiasi kepada relawan pajak yang telah dengan sukarela dan antusias bergabung dalam program ini. Ia menyampaikan rasa terima kasih atas kontribusi mereka dalam mendukung kelancaran pelaporan pajak di Indonesia.

Sementara itu, Kepala Bidang Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Kanwil DJP Jaksel II, Dwi Akhmad Suryadidjaya, menekankan bahwa peran relawan pajak juga sejalan dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi, khususnya dalam hal pengabdian kepada masyarakat.

Sebelum dikukuhkan, para relawan pajak mengikuti pembekalan dan pelatihan terkait SPT Tahunan, aturan perpajakan, serta kehumasan. Pembekalan tersebut mencakup materi komunikasi dan pelayanan oleh Penyuluh Pajak Kanwil DJP Jaksel II, Fransiska Yansye, serta materi pengenalan nilai-nilai Kementerian Keuangan dan pengendalian gratifikasi oleh Kepala Bagian Umum Kanwil DJP Jaksel II, Siscka Mirela Juniati. Selain itu, juga diberikan pelatihan tentang kehumasan dan pengelolaan media sosial DJP oleh Kepala Seksi Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Kanwil DJP Jaksel II, Indriastuti Heny Setyawati.

Relawan pajak yang dikukuhkan terdiri dari mahasiswa yang tergabung dalam 8 tax center perguruan tinggi di wilayah Kanwil DJP Jaksel II, antara lain Universitas Nasional, Universitas Pancasila, Universitas Budi Luhur, Universitas Satya Negara Indonesia, Universitas Al-Azhar Indonesia, Institut Bisnis dan Informatika Kosgoro 1957, Universitas Tanri Abeng, dan Sekolah Tinggi Ilmu Hukum IBLAM.

Pengukuhan ini juga dihadiri oleh pejabat Eselon III dan Eselon IV Kanwil DJP Jaksel II, serta dosen-dosen dari perguruan tinggi yang terlibat. Dalam kesempatan tersebut, Kanwil DJP Jaksel II memberikan penghargaan kepada 16 relawan pajak yang telah menjalankan masa baktinya pada tahun 2024. (alf)

en_US