
IKPI, Jakarta: Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menegaskan bahwa besaran dana pemerintah yang mengendap di Bank Indonesia (BI) tidak memiliki angka baku. Jumlahnya bersifat dinamis, bergantung pada kebutuhan dan volatilitas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) setiap tahun.
Direktur Jenderal Perbendaharaan Kemenkeu, Astera Primanto Bhakti, menjelaskan bahwa penempatan dana pemerintah di BI dihitung berdasarkan siklus pengeluaran dan kebutuhan kas negara.
“Kalau ditanya berapa dana yang paling pas untuk disimpan, ini sangat tergantung pada situasi dan kondisi,” ujar Astera kepada media di Jakarta, baru-baru ini.
Menurutnya, pemerintah selalu melakukan perhitungan secara hati-hati agar saldo yang disimpan di BI cukup sebagai bantalan (buffer) keuangan negara, namun tidak berlebihan hingga menahan perputaran uang di sektor produktif.
“Kita hitung rata-rata kebutuhan bulanan APBN, lalu tentukan berapa triliun yang aman untuk disiapkan. Dari situ baru bisa diputuskan berapa dana yang ideal disimpan di bank agar tidak terlalu mengendap, tapi juga tidak kekurangan saat dibutuhkan,” jelasnya.
Astera mencontohkan, pada masa pandemi Covid-19 pemerintah menahan dana dalam jumlah besar demi menjaga kelancaran pembayaran berbagai kewajiban secara cepat.
“Saat itu kita harus bayar banyak sekaligus, jadi dana cadangan diperbesar agar bisa langsung digunakan ketika dibutuhkan,” katanya.
Berdasarkan catatan Kemenkeu, Saldo Anggaran Lebih (SAL) atau dana mengendap pemerintah di BI terus mengalami fluktuasi: Rp 212,6 triliun (2019), Rp 388,1 triliun (2020), Rp 337,7 triliun (2021), Rp 478,9 triliun (2022), Rp 459,5 triliun (2023), dan Rp 457,5 triliun (2024).
Kebijakan pengelolaan SAL juga turut berubah seiring pergantian kepemimpinan di Kemenkeu. Menteri Keuangan sebelumnya, Sri Mulyani Indrawati, mempertahankan saldo dalam jumlah besar sebagai penyangga fiskal menghadapi risiko dan ketidakpastian global.
Namun kini, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa memilih langkah berbeda. Ia memutuskan memanfaatkan sebagian SAL untuk menggerakkan ekonomi nasional. Sebanyak Rp 200 triliun dana pemerintah ditarik dari BI dan ditempatkan di lima bank anggota Himpunan Bank Milik Negara (Himbara).
Kebijakan ini diharapkan meningkatkan likuiditas perbankan dan menurunkan cost of fund, sehingga mendorong ekspansi kredit, konsumsi rumah tangga, investasi, serta menciptakan efek berantai (multiplier effect) bagi perekonomian.
Dengan pendekatan baru ini, pemerintah tidak hanya menjaga stabilitas fiskal, tetapi juga menjadikan kas negara sebagai motor penggerak ekonomi yang lebih aktif dan produktif. (alf)