IKPI, Jakarta: Bisnis pinjaman online (pinjol) tak hanya tumbuh pesat, tapi juga makin jadi andalan penerimaan negara. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mencatat, hingga Agustus 2025, pajak yang dikumpulkan dari industri peer-to-peer (P2P) lending atau pinjol mencapai Rp3,99 triliun.
Penerimaan ini melonjak drastis dalam tiga tahun terakhir. Pada 2022, pajak pinjol tercatat Rp446,39 miliar, naik menjadi Rp1,11 triliun di 2023, dan kembali tumbuh menjadi Rp1,48 triliun di 2024. Tahun ini, meski baru delapan bulan berjalan, setoran pajaknya sudah menembus Rp952,55 miliar.
Kontribusi pajak pinjol berasal dari tiga sumber utama: PPh 23 atas bunga pinjaman untuk Wajib Pajak Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap sebesar Rp1,11 triliun, PPh 26 atas bunga pinjaman untuk Wajib Pajak Luar Negeri Rp724,32 miliar, serta PPN dalam negeri senilai Rp2,15 triliun.
Secara keseluruhan, sektor ekonomi digital telah menghasilkan Rp41,09 triliun pajak hingga akhir Agustus 2025. Angka itu termasuk pajak dari perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE), transaksi kripto, pinjol, hingga pungutan lewat Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah (SIPP).
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Rosmauli menegaskan, setoran dari pinjol menunjukkan tren positif.
“Pajak digital, termasuk pinjol, kini benar-benar jadi penggerak utama penerimaan negara di era digital,” ujarnya, Jumat (26/9/2025).
Sejalan dengan naiknya setoran pajak, industri pinjol juga melesat. Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan outstanding pembiayaan pinjol per Juli 2025 mencapai Rp84,66 triliun, tumbuh 22,01% year-on-year.
Dari sisi kualitas kredit, tingkat wanprestasi 90 hari (TWP90) turun ke 2,75% dari posisi Juni 2025 sebesar 2,85%. Artinya, meski pertumbuhan melambat dibandingkan bulan sebelumnya yang tembus 25,06% yoy, kualitas pinjaman justru semakin baik.
Selain pinjol, produk Buy Now Pay Later (BNPL) juga ikut melambung. Pada Juli 2025, pembiayaan BNPL naik 56,74% yoy menjadi Rp8,81 triliun. Rasio kredit bermasalah pun membaik, turun ke 2,95% dari 3,26% di Juni 2025.
Namun, OJK mengingatkan masih ada masalah ekuitas minimum. Dari 145 perusahaan pembiayaan, 4 belum memenuhi syarat modal Rp100 miliar. Begitu pula 9 dari 96 penyelenggara pinjol yang belum mencapai ekuitas Rp12,5 miliar.
Untuk menutup celah itu, seluruh perusahaan telah menyerahkan action plan, mulai dari penambahan modal, mencari investor strategis, hingga opsi merger. OJK menegaskan akan terus mengawasi realisasi rencana tersebut agar industri pinjol tetap sehat dan berkelanjutan. (alf)