Jakarta, IKPI: Perusahaan yang terus mencatat kerugian kini berada di bawah pengawasan pemerintah melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2022. Mekanisme ini bertujuan menutup celah penghindaran pajak, terutama praktik rekayasa laba, namun penerapannya tetap harus adil agar perusahaan yang benar-benar menghadapi tekanan bisnis tidak terpuruk.
Menurut Denny Vissaro, Manager DDTC Fiscal Research & Advisory, aturan ini tercantum dalam Pasal 41 PP 55/2022, yang menyebutkan bahwa perusahaan yang mencatat kerugian tiga tahun dari lima tahun terakhir akan dibandingkan kinerjanya dengan perusahaan sejenis di sektor yang sama.
“Secara logika, bisnis itu tujuannya mencari laba. Kalau ada perusahaan yang terus rugi, sementara kompetitor di sektor yang sama masih untung, pemerintah berhak menilai apakah kerugian itu nyata atau ada rekayasa,” ujar Denny, dalam diskusi perpajakan yang diselenggarakan Perbanas Institute, Jakarta, baru-baru ini.
Mekanisme ini dianggap sebagai alat efektif untuk mendeteksi praktik profit shifting atau transfer pricing, yang bisa merugikan negara. “Dengan membandingkan kinerja, otoritas pajak bisa menilai apakah kerugian wajar atau ada indikasi pengalihan laba ke entitas lain,” tambahnya.
Meski demikian, Denny menekankan bahwa aturan ini tidak boleh membebani perusahaan yang benar-benar menghadapi tantangan bisnis. “Kalau implementasinya terlalu kaku, perusahaan yang memang rugi bisa semakin terpuruk. Alih-alih menutup celah pajak, iklim usaha justru bisa tertekan,” jelasnya.
Sebagai solusi, ia menyarankan penerapan Tax Control Framework (TCF) di level perusahaan. Dengan TCF, perusahaan dapat menunjukkan transparansi dan tata kelola pajak yang baik, sehingga pemerintah memiliki dasar kuat untuk memberikan kepastian hukum dan membangun hubungan kolaboratif, bukan sekadar pengawasan.
Denny menegaskan, diskusi teknis terkait pembandingan kinerja keuangan perlu melibatkan banyak pihak agar implementasinya adil. “Tujuan utama sama: menutup celah penghindaran pajak tanpa merugikan perusahaan yang berjuang di tengah tekanan ekonomi,” tutupnya. (bl)
—