IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menerbitkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-11/PJ/2025 yang memperluas kewajiban pelaporan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan bagi Wajib Pajak Badan. Regulasi ini menambah jumlah lampiran yang harus disertakan oleh pelaku usaha dalam laporan pajaknya.
Mengacu pada Pasal 85 ayat (1) huruf b PER-11/PJ/2025, kini terdapat 22 jenis lampiran SPT Tahunan yang berpotensi wajib dilampirkan, tergantung pada karakteristik dan aktivitas usaha masing-masing wajib pajak.
“SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan dalam mata uang rupiah sebagaimana dimaksud pada ayat (1): dibuat sesuai dengan contoh format; dan diisi sesuai petunjuk pengisian,” bunyi Pasal 85 ayat (2) beleid tersebut.
Daftar Lampiran Bertambah, Pelaporan Lebih Detail
Penambahan lampiran ini mencakup berbagai aspek, mulai dari rekonsiliasi laporan keuangan, daftar penghasilan yang dikenai pajak final, hingga laporan penyusutan fiskal dan transaksi dengan pihak yang memiliki hubungan istimewa.
Beberapa lampiran penting antara lain:
• Lampiran 1A hingga 1L: Rekonsiliasi laporan keuangan berdasarkan sektor usaha.
• Lampiran 3: Daftar pajak penghasilan yang dipotong/dipungut pihak lain.
• Lampiran 9: Daftar penyusutan dan amortisasi fiskal.
• Lampiran 10A hingga 10D: Pernyataan dan ikhtisar transaksi yang dipengaruhi hubungan istimewa, termasuk dengan pihak dari negara tax haven.
• Lampiran 13C dan 14: Terkait fasilitas pengurangan pajak penghasilan dan penggunaan sisa lebih anggaran untuk pembangunan sarana.
Meski demikian, tidak seluruh lampiran wajib diisi oleh semua wajib pajak badan. Sebagian hanya perlu dilampirkan jika perusahaan memenuhi kriteria tertentu. Namun, Lampiran 1A hingga 1L adalah wajib diisi oleh seluruh wajib pajak badan, sesuai sektor usaha masing-masing.
“Setiap wajib pajak badan wajib mengisi salah satu formulir lampiran rekonsiliasi laporan keuangan sesuai dengan jenis sektor usaha masing-masing,” tulis ketentuan dalam Lampiran H PER-11/PJ/2025.
Berlaku Sejak Ditetapkan
PER-11/PJ/2025 telah ditetapkan pada 22 Mei 2025 dan mulai berlaku pada tanggal yang sama. Perubahan ini diharapkan mampu meningkatkan transparansi fiskal serta memperkuat pengawasan terhadap aktivitas perpajakan korporasi.
Tak hanya soal SPT Tahunan, peraturan ini juga turut mengatur:
• Kewajiban pengusaha kena pajak (PKP) melaporkan faktur pajak yang tidak dikreditkan dalam SPT Masa PPN,
• Mekanisme baru permohonan revaluasi aktiva tetap melalui sistem Coretax,
• Progres aksesi Indonesia ke OECD, dan
• Proyeksi dampak pemberian stimulus ekonomi Rp24,44 triliun pada Juni–Juli 2025 yang digulirkan Kementerian Keuangan.
DJP mengimbau para wajib pajak badan untuk segera menyesuaikan sistem pelaporan dan dokumentasi internal agar proses penyampaian SPT Tahunan tidak terganggu. (alf)