IKPI, Jakarta: Pemerintah Finlandia baru saja mengumumkan kebijakan pemangkasan Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Penghasilan Badan (PPh badan) sebagai upaya untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi yang masih lesu. Kebijakan ini disahkan setelah dua hari negosiasi intensif dalam pembahasan anggaran tengah tahun.
Pemangkasan ini bertujuan untuk menjadikan Finlandia lebih menarik bagi investor dan mendorong daya saing negara di pasar global.
Salah satu langkah utama dalam reformasi fiskal ini adalah pemotongan tarif PPh badan dari 20 persen menjadi 18 persen yang akan diberlakukan mulai tahun 2027.
Selain itu, pemerintah juga akan menurunkan beban PPh orang pribadi karyawan, dengan total keringanan yang diperkirakan mencapai 1,1 miliar euro (sekitar Rp21,1 triliun) yang diberikan secara bertahap. Langkah ini bertujuan untuk meningkatkan daya tarik Finlandia sebagai tempat investasi, seperti yang disampaikan oleh Perdana Menteri Finlandia Petteri Orpo.
“Kami akan membuat Finlandia menjadi tempat yang menarik untuk berinvestasi,” ujar Orpo dilansir dari Reuters pada Sabtu (26/4/2025).
Selain pemotongan tarif PPh badan, pemerintah Finlandia juga akan menurunkan tarif pajak marginal tertinggi dari hampir 60 persen menjadi 52 persen mulai tahun depan. Pemangkasan ini diperkirakan memberikan keringanan sekitar 335 juta euro (Rp6,4 triliun) untuk kelompok pendapatan tertinggi.
Dampak langsung reformasi ini akan dirasakan oleh Wajib Pajak yang berpenghasilan lebih dari 58.000 euro per tahun (sekitar Rp1,1 miliar), dengan penghematan pajak yang semakin signifikan untuk mereka yang berpendapatan lebih tinggi.
Sebagai contoh, seseorang yang berpenghasilan 100.000 euro (sekitar Rp1,92 miliar) per tahun akan merasakan penghematan sekitar 3.000 euro (Rp57,6 juta) berkat penurunan tarif marginal. Reformasi ini diharapkan dapat meningkatkan motivasi kerja dan menjaga tenaga profesional tetap berada di Finlandia, sebuah negara yang dikenal dengan julukan “negeri seribu danau.”
Namun, kebijakan ini mendapat kritik dari pihak oposisi yang menilai kebijakan ini terlalu menguntungkan orang kaya dan berpotensi memperburuk kesenjangan sosial. Beberapa anggota parlemen bahkan menyebutnya sebagai “hadiah untuk orang kaya,” apalagi langkah ini dilakukan bersamaan dengan pemangkasan anggaran di sektor pendidikan dan bantuan luar negeri.
Pemerintah Finlandia berencana untuk menutup sebagian kehilangan penerimaan negara dengan menghapus insentif pajak atas iuran serikat pekerja, menaikkan cukai untuk minuman manis dan produk nikotin, serta memperketat aturan perencanaan pajak berbasis saham. Menteri Keuangan Finlandia, Riikka Purra, menegaskan bahwa pemerintah tetap berkomitmen untuk menstabilkan utang publik pada tahun 2027, meskipun target defisit anggaran sebesar 1 persen dari PDB dipastikan meleset.
Di sisi lain, belanja pertahanan Finlandia akan dinaikkan menjadi 3 persen dari PDB pada tahun 2029 untuk memenuhi kewajiban keanggotaan NATO. (alf)