IKPI Tegaskan Pajak Suami-Istri Harus Dihitung Proporsional, Bukan Asal Pisah!

(Foto: Tangkapan Layar Zoom Meeting)

IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) terus menunjukkan komitmennya dalam meningkatkan literasi perpajakan masyarakat. Melalui webinar edukasi pajak yang digelar secara rutin dan terbuka untuk umum, organisasi profesi yang baru saja meraih dua Rekor MURI ini berupaya membantu pemerintah memperluas pemahaman masyarakat tentang hak dan kewajiban perpajakannya.

Salah satu pembahasan menarik adalah penggabungan penghasilan suami-istri dalam pelaporan SPT Tahunan. Anggota IKPI, I Gede Sumerta, yang juga sebagai salah satu narasumber pada diskusi tersebut menegaskan bahwa masih banyak wajib pajak yang keliru dalam memahami konsep ini, terutama dalam penerapan tarif pajak final dan umum.

“Banyak yang mengira kalau suami dan istri bekerja di tempat berbeda, maka pajaknya bisa langsung dipisah begitu saja. Padahal tidak sesederhana itu,” ujarnya. 

Secara prinsip lanjut, Ia menegaskan bahwa penghasilan suami dan istri merupakan satu kesatuan ekonomis. Jadi penghitungan pajaknya harus dilakukan secara gabungan terlebih dahulu, baru kemudian dibagi secara proporsional antara keduanya.

Menurut I Gede Sumerta, kesalahan umum wajib pajak sering muncul pada tahap penghitungan pajak terutang. Ia mencontohkan, jika suami berpenghasilan Rp480 juta per tahun dan istri Rp240 juta, maka total penghasilan gabungannya Rp720 juta. Setelah dikurangi PTKP gabungan, penghasilan kena pajaknya dihitung sesuai tarif progresif yang berlaku. Dari hasil itu, barulah beban pajak masing-masing pihak dibagi sesuai porsi penghasilan mereka.

“Kalau digabung, pajak memang tampak lebih besar. Tapi itu karena total penghasilan meningkat, sehingga kena tarif progresif yang lebih tinggi. Itu bukan berarti salah, justru itu bentuk keadilan dalam sistem pajak kita,” jelasnya.

Ia juga menekankan pentingnya memahami PHMT (Penghasilan yang Menghendaki Perhitungan Tersendiri) agar tidak salah tafsir. Banyak wajib pajak yang sengaja atau tidak sengaja memilih memisahkan pelaporan suami-istri tanpa dasar yang sah, padahal ketentuannya jelas diatur dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan.

“Kalau ingin pisah pelaporan, harus ada pemberitahuan resmi ke DJP dan memenuhi syarat tertentu. Tidak bisa asal pilih karena merasa lebih ringan,” tegasnya.

Melalui webinar ini, IKPI mengingatkan bahwa edukasi pajak bukan sekadar soal angka dan hitungan, tetapi juga soal pemahaman hukum dan etika pelaporan. Ia berharap, semakin banyak masyarakat memahami cara perhitungan pajak yang benar, maka potensi kekeliruan dan sanksi administrasi bisa diminimalkan.

“Bagi kami, tujuan akhirnya bukan sekadar meningkatkan kepatuhan, tapi menciptakan masyarakat yang sadar dan cerdas pajak,” pungkasnya. (bl)

en_US