IKPI, Jakarta: Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali menggunakan kebijakan tarif impor sebagai senjata tekanan ekonomi. Washington meminta Jepang dan Korea Selatan menyetor investasi jumbo senilai total US$900 miliar atau sekitar Rp15.003 triliun (kurs Rp16.670/US$).
Rinciannya, Korea Selatan diminta menggelontorkan US$350 miliar, sementara Jepang US$550 miliar. Dana itu dijadikan syarat agar produk kedua negara bisa menikmati keringanan tarif impor di pasar AS, dari 25% menjadi 15%. Jika tidak, tarif tinggi tetap berlaku.
Korea Selatan Menolak
Seoul menilai permintaan tersebut mustahil dipenuhi. Penasihat Keamanan Nasional Wi Sung-lac menegaskan, pembayaran tunai sebesar US$350 miliar “secara objektif tidak realistis” dan bukan sekadar strategi negosiasi.
Perdana Menteri Kim Min-seok sebelumnya juga memperingatkan, tanpa adanya skema currency swapdengan Washington, investasi sebesar itu bisa menggerus cadangan devisa Korea Selatan hingga level berbahaya.
Jepang Hitung Ulang
Di sisi lain, Jepang menghadapi kewajiban menyiapkan US$550 miliar dalam 45 hari setelah Trump menunjuk proyek yang akan dibiayai. Dana tersebut harus berbentuk dolar AS dan ditempatkan di rekening khusus Washington.
Namun, Kepala Negosiator Perdagangan Jepang, Ryosei Akazawa, menegaskan lembaga pembiayaan seperti JBIC dan NEXI tidak akan menyalurkan dana ke proyek yang merugikan kepentingan nasional. Ia memperkirakan hanya 1–2% yang bisa berbentuk investasi langsung, sementara sisanya berupa pinjaman atau jaminan kredit.
Sanae Takaichi, kandidat kuat pemimpin Partai Demokrat Liberal (LDP), bahkan menyuarakan kemungkinan renegosiasi. “Kita harus berdiri teguh bila ada ketentuan yang tidak adil bagi Jepang,” tegasnya, dikutip Senin (29/9/2025).
Skema Trump menunjukkan bagaimana pajak perdagangan melalui tarif impor dijadikan alat tawar politik. Keringanan bea masuk hanya diberikan bila Jepang dan Korea Selatan bersedia menyetor dana investasi dalam jumlah raksasa.
Bagi kedua negara, ini berarti pilihan sulit: membayar dengan risiko beban fiskal yang sangat berat, atau menanggung tarif impor tinggi yang bisa melemahkan daya saing ekspor mereka di pasar AS.
Korea Selatan berharap ada jalan tengah saat KTT APEC di Gyeongju bulan depan. Sementara Jepang masih menunggu hasil pemilihan pemimpin baru LDP pada 4 Oktober, yang akan menentukan arah negosiasi berikutnya.
Siapa pun pemimpin baru Jepang, tugas pertamanya jelas: menentukan apakah Tokyo akan mengikuti skema Trump atau melawan tekanan pajak perdagangan terbesar dalam sejarah hubungan bilateral kedua negara. (alf)