IKPI, Jakarta: Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Anggito Abimanyu, menjelaskan bahwa penurunan penerimaan pajak pada awal tahun 2025 merupakan hal yang wajar. Faktor utama yang memengaruhi penurunan ini adalah hilangnya efek musiman dari perayaan Natal dan Tahun Baru (Nataru) serta perlambatan harga komoditas seperti batu bara, nikel, dan minyak bumi.
Anggito menegaskan bahwa data penerimaan pajak Januari 2025 tidak dapat sepenuhnya dibandingkan dengan tahun sebelumnya karena adanya kebijakan baru, salah satunya penerapan relaksasi PPN Dalam Negeri (PPN DN) selama 10 hari juga memengaruhi penerimaan pajak awal 2025.
Dengan kebijakan ini, pembayaran PPN DN untuk Januari dapat dilakukan hingga 10 Maret 2025. Anggito menyatakan bahwa jika dinormalisasi, rata-rata penerimaan PPN pada periode Desember 2024-Februari 2025 mencapai Rp 69,5 triliun, tumbuh 8,3% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 64,2 triliun.
Penurunan penerimaan pajak juga dipengaruhi oleh perlambatan setoran PPh Pasal 25 Badan, yang terjadi seiring dengan penurunan harga komoditas. Meski demikian, Anggito menegaskan bahwa kondisi ini masih dalam batas normal dan tidak menunjukkan anomali.
“Setoran PPh 25 masih mengikuti pola normal meskipun sedikit melambat karena faktor eksternal penurunan harga-harga komoditas,” kata Anggito dalam pemaparan APBN KiTa di kantor Kemenkeu, Jakarta, Kamis (13/3/2025).
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan bahwa penerimaan pajak hingga Februari 2025 mengalami kontraksi signifikan sebesar 30%, mencapai Rp 187,8 triliun atau 8,6% dari target yang ditetapkan. Angka ini lebih rendah dibandingkan penerimaan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 269,02 triliun.
Meskipun terjadi penurunan, pemerintah menilai kondisi ini masih dalam batas wajar dan dipengaruhi oleh faktor musiman serta kebijakan fiskal baru yang diterapkan. (alf)